
DPR Soroti Utang Kereta Cepat, Firnando: Potensi Krisis BUMN
Penulis: Alfin
TVRINews, Jakarta
Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Firnando H. Ganinduto, meminta pemerintah segera mencarikan solusi atas beban utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung “Whoosh” yang kini menekan keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI).
Dalam pernyataan resminya, Rabu, 3 September 2025, Firnando menilai besarnya utang dari proyek strategis nasional ini berpotensi mengganggu kinerja dan kelangsungan operasional BUMN transportasi.
“Kita mengapresiasi kinerja PT KAI yang selama ini cukup baik. Namun, beban keuangan yang ditanggung akibat proyek kereta cepat membuat kondisi PT KAI rentan. Pemerintah harus segera hadir dengan solusi karena proyek ini merupakan agenda kerja negara. Jika beban utang seluruhnya ditimpakan pada PT KAI, kebangkrutan hanya tinggal menunggu waktu,” tegas Firnando, dalam keterangan yang diterima redaksi, Rabu, 3 September 2025.
Firnando mengungkapkan bahwa PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) mencatatkan kerugian sebesar Rp1,246 triliun pada semester I-2025. Sementara itu, total utang restrukturisasi dari China Development Bank (CDB) mencapai Rp6,9 triliun. Ia mendesak agar roadmap penyelesaian disusun secara menyeluruh dan terarah.
“Dirut baru PT KAI harus mampu menghadirkan langkah nyata, mulai dari restrukturisasi utang, pencarian pendanaan alternatif, hingga strategi bisnis inovatif untuk mengurangi defisit,” tambahnya.
Selain upaya keuangan, Firnando juga mendorong agar PT KAI meningkatkan okupansi penumpang dan membuka lini bisnis baru berbasis kereta cepat. Ia menyoroti rendahnya capaian jumlah penumpang pada 2024 yang hanya sekitar 6 juta orang, jauh dari target 31 juta per tahun.
“Kinerja okupansi yang hanya seperlima target jelas mengkhawatirkan. Jika dibiarkan, utang infrastruktur tidak akan terbayar, bahkan bisa merembet pada kesehatan BUMN lain dalam konsorsium,” jelas Firnando.
Ia mengingatkan bahwa masalah Whoosh tidak hanya menjadi tanggungan PT KAI, tetapi juga menyangkut PT Wijaya Karya, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara I yang tergabung dalam konsorsium PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia.
“Masalah ini harus ditangani serius agar tidak menimbulkan efek domino ke seluruh ekosistem BUMN. Lebih jauh lagi, kerugian berkelanjutan bisa menggerus kepercayaan investor asing terhadap iklim investasi di Indonesia,” ujarnya.
Firnando menegaskan perlunya keterlibatan aktif Kementerian BUMN dan BPI Danantara dalam menyelesaikan masalah ini secara konkret.
“Pekerjaan rumah terbesar PT KAI saat ini adalah menyelamatkan Whoosh. Jika persoalan ini berhasil diurai, maka kinerja bisnis PT KAI yang selama ini sudah mendapat apresiasi dari masyarakat dapat terus berkembang. Kita butuh ide-ide brilian dan keputusan cepat agar beban utang kereta cepat tidak berubah menjadi krisis BUMN,” tutupnya.
Editor: Redaktur TVRINews