Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim menggelar silaturahmi bersama komunitas dan perwakilan siswa serta mahasiswa penerima program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), di Jakarta Kamis, 2 Mei 2024, kemarin.
Selama acara tersebut, Mendikbudristek juga terlibat dalam dialog dengan menjawab pertanyaan dari peserta mengenai berbagai persoalan pendidikan.
“Saya senang bisa hadir di sini untuk bertemu dengan Bapak/Ibu,” ungkap Nadiem dalam keterangan yang diterima tvrinews.com, Jumat, 3 Mei 2024.
Baca Juga: FTBIN 2024, Mendikbudristek Apresiasi Semangat Penutur Muda
Silaturahmi yang diselenggarakan dalam acara bertajuk “Rembuk Komunitas Merdeka Belajar dan Temu Nasional KIP Kuliah 2024” ini merupakan salah satu rangkaian dalam rangka memeriahkan peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2024.
Dalam acara ini dihadiri oleh 500 peserta yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Peserta terdiri atas perwakilan dari Komunitas Ibu Penggerak “Sidina Community”, Komunitas Pemuda Pelajar Merdeka, Komunitas Guru Konten Kreator, dan Komunitas Kami Pengajar. Selain itu, hadir pula mahasiswa penerima mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kuliah, siswa penerima program Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem), dan mahasiswa penerima program Afirmasi Pendidikan Tinggi (Adik).
Mendikbudristek mengakui bahwa tidak cukup jika intervensi untuk sekolah-sekolah di daerah tersebut dilakukan dengan cara-cara biasa. Ia mengatakan, salah satu yang diubah kebijakannya untuk mengafirmasi sekolah-sekolah ini adalah dengan memisahkan besaran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) bagi siswa yang ada di daerah 3T.
“Dulu, dana BOS dibagikan merata. Tapi, keseragaman itu bukan (berarti) adil. Jadi, kami mengubah kebijakan untuk sekolah-sekolah yang berada di daerah-daerah tersebut, di mana setiap anak ditambah besaran dananya. Penambahan dana BOS bahkan bisa mencapai 30 sampai 40 persen,” tuturnya.
Di sisi lain, kebutuhan operasional setiap sekolah bervariasi, bahkan di daerah 3T sekalipun. Ada sekolah yang memerlukan sarana seperti meja dan kursi, buku, dan fasilitas lainnya, sementara ada yang membutuhkan kapal untuk mengangkut guru-guru ke pulau terpencil agar dapat mengajar.
Baca Juga: Indonesia-India Perkuat Kerja Sama di Bidang Ekonomi Digital
“Ini menjelaskan betapa kebutuhan sekolah berbeda-beda dan karena itulah kita membuat dana BOS itu jauh lebih fleksibel,”jelas Nadiem.
Di daerah 3T ini pula, Mendikbudristek menambahkan, pihaknya membuat kebijakan dengan mengirimkan buku-buku bacaan menyenangkan, terutama di wilayah yang tingkat literasinya rendah. Selain itu, kebijakan lain yang juga berpihak bagi sekolah-sekolah di daerah Timur Indonesia adalah implementasi Kurikulum Merdeka. Menurutnya, banyak orang memiliki persepsi yang salah tentang Kurikulum Merdeka, menganggapnya hanya relevan bagi guru-guru di kota besar dengan teknologi dan akses internet.
“Justru yang lebih membutuhkan Kurikulum Merdeka adalah sekolah yang tertinggal. Karena guru diberikan kebebasan untuk maju-mundur menyesuaikan pembelajaran dengan tingkat kemampuan siswa,” jelasnya.
Editor: Rina Hapsari
