
Menko Polhukam Mahfud MD. Tangkapan Layar/youtube Kemenkopolhukam
Penulis: Intan Kw
TVRINews, Jakarta
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan siap untuk membantu pengusaha Jusuf Hamka guna menagih hutangnya kepada pemerintah.
Mahfud juga mempersilahkan Jusuf Hamka untuk langsung menagih ke Kementerian Keuangan.
“Silakan Bapak Jusuf Hamka langsung ke Kementerian Keuangan, nanti kalau perlu bantuan teknis, saya bisa bantu. Misalnya dengan memo-memo yang diperlukan atau surat-surat yang diperlukan, kalau bapak memerlukan itu,” kata Mahfud dalam keterangan resminya yang dikutip oleh tvrinews.com, Senin, 12 Juni 2023.
Baca juga: Antisipasi Kasus Kematian Dari Evaluasi Pemilu 2019, KPU Tetapkan Petugas KPPS Maksimal Usia 50
Lebih lanjut, Mahfud menjelaskan jika memang benar hutang itu ada, maka pemerintah melalui Kementerian Keuangan wajib untuk membayar.
“Karena daftar utang itu yang kami analisis banyak, dan kalau memang ada berdasar keputusan tim yang kami bentuk dan berdasar arahan presiden dalam dua kali rapat resmi, itu supaya ditagih ke Kementerian Keuangan, dan Kementerian Keuangan memang wajib membayar,” ucap Mahfud.
Selain itu, Mahfud menyebut bahwa Presiden Joko Widodo telah menugaskan dirinya untuk mengkoordinasi pembayaran utang pemerintah terhadap pihak swasta atau rakyat.
Perintah presiden itu disampaikan secara resmi dalam rapat internal tanggal 23 Mei tahun 2022, yang kemudian disusul dengan dikeluarkannya Keputusan Menko Polhukam Nomor 63 tahun 2022 tertanggl 30 Juni.
“Kami juga sudah memutuskan pemerintah harus membayar dan tim yang kami bentuk sudah bersama Kementerian Keuangan, Kejaksaan Agung, kepolisian, dan lain-lain, termasuk dari Kemenkumham itu sudah ada, di situ memutuskan untuk membayar,” ujar Mahfud.
Baca juga: Dengan NIK, Kemenkes Fasilitasi Masyarakat Baduy Untuk Layanan Kesehatan Gratis
Sebelumnya, pengusaha atas nama Jusuf Hamka menagih hutang atas perusahaannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) kepada pemerintah.
Penagihan itu terkait dana deposito perusahaan yang ditempatkan di Bank Yama yang dilikudasi saat krisis pada 1998.
Adapun nominal dana yang harus dibayarkan pemerintah sebesar Rp 179,46 miliar. Nominal tersebut merupakan hasil dari keputusan Mahkamah Agung (MA).
Editor: Redaktur TVRINews
