
Sejarah Di Balik Perayaan 1 Mei
Penulis: Fityan
TVRINews - Jakarta
Dari bom di Haymarket hingga orasi buruh di Monas May Day bukan sekadar hari libur. Ini adalah simbol perjuangan global melawan ketidakadilan yang kini diakui negara.
Setiap tanggal 1 Mei, jalanan di berbagai kota di Indonesia dipenuhi spanduk, poster, hingga seruan lantang dari para buruh yang memperingati Hari Buruh Internasional, atau yang lebih dikenal sebagai May Day. Bagi banyak orang, ini hanyalah hari libur nasional. Namun di balik itu, tersimpan sejarah panjang penuh pengorbanan yang membentuk peradaban kerja yang kita kenal hari ini.
Sejarah Hari Buruh tak bisa dilepaskan dari tragedi yang mengguncang Chicago, Amerika Serikat pada akhir abad ke-19. Ribuan buruh yang menuntut hak bekerja delapan jam sehari akhirnya menjadi korban bentrok brutal dengan polisi dalam peristiwa kelam yang kini dikenal sebagai Haymarket Affair.
Aksi damai yang berlangsung pada 4 Mei 1886 berubah menjadi mimpi buruk ketika sebuah bom meledak di tengah demonstrasi, menewaskan polisi dan warga sipil. Peristiwa itu mencatat luka dalam sejarah, namun justru menjadi simbol kebangkitan gerakan buruh dunia.
Tiga tahun kemudian, gelombang solidaritas pekerja dari berbagai negara mendorong International Socialist Congress di Paris menetapkan 1 Mei sebagai Hari Buruh Internasional. May Day pun menyebar ke berbagai penjuru dunia termasuk Indonesia.
Di tanah air, jejak peringatan Hari Buruh sudah tercatat sejak zaman kolonial. Mulai dari serikat guru Hindia Belanda hingga para buruh perkebunan yang hidup dalam tekanan. Pada 1 Mei 1918, untuk pertama kalinya para buruh Indonesia turun ke jalan memperingati hari tersebut, dipicu oleh pemikiran progresif dari tokoh sosialis Belanda, Adolf Baars.
Namun jalan panjang buruh Indonesia tak selalu lapang. Setelah kemerdekaan, Hari Buruh sempat mendapat tempat terhormat, bahkan diakui oleh Kabinet Sutan Sjahrir. Tapi, semuanya berubah di era Orde Baru. Pemerintah melarang peringatan 1 Mei karena dikaitkan dengan komunisme. Aksi-aksi buruh dibatasi.
Angin segar baru berhembus pasca-Reformasi 1998. Pemerintah Indonesia mulai membuka ruang dialog dengan buruh. Ratifikasi konvensi ILO dan lahirnya UU Serikat Pekerja menandai babak baru kebebasan berserikat. Hingga akhirnya, pada 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional.
Kini, setiap Hari Buruh, ribuan orang turun ke jalan. Mereka tak hanya menuntut upah layak, tetapi juga menolak sistem kerja kontrak tak manusiawi, menuntut jaminan sosial, dan memperjuangkan kondisi kerja yang aman dan adil. May Day menjadi pengingat bahwa hak-hak yang kita nikmati hari ini lahir dari perjuangan panjang yang tak jarang dibayar mahal.
Di balik gegap gempita aksi orasi dan libur kerja setiap 1 Mei, ada sejarah global yang tak boleh dilupakan. May Day bukan sekadar hari untuk rehat dari pekerjaan, tapi saat refleksi kolektif atas perjuangan dan pencapaian hak-hak buruh yang terus berkembang. Sebab di balik setiap kenyamanan di tempat kerja hari ini, ada jejak panjang perjuangan mereka yang tak dikenal, namun jasa-jasanya terasa hingga kini.
Baca Juga: Aksi Peringatan Hari Buruh 2025 Diharapkan Berjalan Tertib
Editor: Redaktur TVRINews