
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto (TVRINews/Krisafika Taraisya)
Penulis: Krisafika Taraisya Subagio
TVRINews, Jakarta
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menanggapi kebijakan burden sharing antara Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang menjadi sorotan publik.
Menurutnya, skema burden sharing yang dimaksud tidak berupa penerbitan obligasi baru, melainkan hanya menyentuh tingkat suku bunga.
"Yang di-burden sharing-kan bukan dalam bentuk issuance-nya, tetapi dalam bentuk tingkat suku bunganya. Jadi sharing di bunga," jelasnya kepada wartawan, termasuk TVRINews di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Senin 8 September 2025.
Diketahui, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Bank Indonesia (BI) menjalin koordinasi lebih erat dalam rangka mendukung pelaksanaan program Asta Cita Pemerintah, khususnya terkait penguatan ekonomi kerakyatan.
Sinergi ini diwujudkan melalui kesepakatan pembagian beban bunga untuk program Perumahan Rakyat dan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.
Dalam siaran pers bersama yang dikutip Senin 8 September 2025, kedua lembaga menegaskan komitmen untuk menjalankan koordinasi secara transparan, akuntabel, dan dengan tata kelola yang kuat. Pelaksanaan kebijakan tetap mengacu pada prinsip fiskal dan moneter yang berhati-hati, sambil menjaga disiplin dan integritas pasar.
Pembagian beban bunga dilakukan dengan menghitung rata-rata biaya atas realisasi anggaran program setelah dikurangi imbal hasil penempatan pemerintah di lembaga keuangan domestik.
Kebijakan ini mulai berlaku tahun 2025 hingga berakhirnya program. BI memberikan tambahan bunga pada rekening pemerintah di bank sentral, sejalan dengan perannya sebagai pemegang kas pemerintah.
Selain itu, Kemenkeu menekankan bahwa pengelolaan APBN dilakukan secara berhati-hati dengan optimalisasi penerimaan, belanja yang efektif, dan strategi pembiayaan berkesinambungan.
Dana diarahkan pada sektor yang memiliki dampak pengganda ekonomi, termasuk program perumahan rakyat dan dukungan kredit untuk koperasi. Defisit APBN 2025 diperkirakan tetap rendah berkat pembiayaan yang dikelola profesional.
Di sisi moneter, BI menurunkan BI-Rate sebesar 125 basis poin sejak September 2024 ke level terendah sejak 2022. Stabilitas nilai tukar rupiah diperkuat melalui intervensi pasar domestik dan offshore, serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder dan program debt switching.
Ekspansi likuiditas juga dilakukan melalui pengurangan posisi instrumen moneter SRBI dari Rp923 triliun menjadi Rp715 triliun hingga Agustus 2025.
Kebijakan moneter ini juga didukung oleh program Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) senilai Rp384 triliun hingga akhir Agustus, serta akselerasi digitalisasi sistem pembayaran.
Kemenkeu dan BI menegaskan bahwa koordinasi kebijakan fiskal dan moneter yang berhati-hati menjadi kunci menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan.
Baca juga: Menhan Sjafrie Minta KRI Brawijaya 320 Awasi Ketat Pencurian Ikan
Editor: Redaksi TVRINews