Penulis: Alfin
TVRINews, Wajo
Makam Al-Syekh Al-Habib Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini di Desa Tosora, Wajo, Sulawesi Selatan, menjadi salah satu situs ziarah paling ramai di kawasan timur Indonesia. Sosok yang diyakini sebagai penyebar Islam dari Hadhramaut, Yaman, ini terus dihormati hingga kini, meski sejarah tentang keberadaannya masih diperdebatkan oleh sejarawan.
"Alhamdulillah, banyak yang datang berziarah, termasuk dari Malaysia dan Singapura. Bahkan dari Jawa juga banyak. Biasanya ramai saat Lebaran dan bulan tertentu menurut kalender Jawa," kata Alang, juru kunci makam, saat ditemui pada Selasa, 10 Juni 2025.
Makam tersebut terletak di dekat bangunan Masjid Tua Tosora, yang dulunya hanya berupa sisa tembok dengan mihrab khutbah. Seiring waktu, tempat ini dikenal masyarakat sebagai masjid bersejarah yang sakral. Di samping tembok itu, terdapat sejumlah makam dengan ornamen khas masa lalu. Salah satunya diberi kain hijau, diyakini sebagai makam Syekh Jamaluddin Al-Akbar.
Pemugaran situs ini dilakukan secara bertahap atas inisiatif para peziarah dan keturunan beliau.
"Bangunan atap di sini, termasuk ornamen marmer di dalam makam, berasal dari Jawa Timur. Beberapa perlengkapan, seperti lampu-lampu, merupakan bantuan dari donatur di Singapura," ungkap Alang.
Asal-Usul dan Jejak Historis
Nama Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini disebut-sebut sebagai tokoh penting dalam penyebaran Islam di Jawa dan Sulawesi. Dalam literatur Jawa seperti Babad Penjajaran dan Babad Cirebon, ia dikenal dengan nama Syekh Jumadil Kubro, leluhur para Wali Songo.
“Dari sumber yang pernah saya baca—yakni Babad Penjajaran dan Babad Cirebon—ada satu tokoh yang disebutkan secara berulang, yaitu Syekh Jumadil Kubro. Tokoh ini diyakini oleh sebagian besar sejarawan Islam di Tanah Jawa sebagai leluhur para Wali Songo,” kata Muslimin AR Effendy, dosen tetap Departemen Ilmu Sejarah FIB Unhas, saat dihubungi Kamis, 12 Juni 2025.
Menurutnya, Syekh Jamaluddin berangkat dari Hadhramaut pada sekitar tahun 1428, menempuh perjalanan dakwah ke India, lalu ke Kesultanan Samudera Pasai di Aceh. Dari sana ia melanjutkan perjalanan ke Tanah Jawa dan Sulawesi.
Berbagai Versi Sejarah yang Berseberangan
Terdapat sejumlah versi sejarah tentang lokasi wafat dan pemakaman tokoh ini. Versi pertama menyebutkan bahwa Syekh Jamaluddin wafat dan dimakamkan di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur. Versi kedua—yang berkembang di Sulawesi Selatan—meyakini bahwa makam beliau berada di Tosora, Wajo.
"Konon, ia memulai perjalanan spiritual dari Hadhramaut sekitar tahun 1428... Di Samudera Pasai ia tinggal beberapa waktu untuk berdakwah dan berdagang," lanjut Muslimin.
Ada pula narasi spiritual dari tahun 1985, ketika sekelompok keturunan beliau dari Jawa Timur bermimpi bahwa makam leluhur mereka berada di selatan. Pencarian mereka mengarah ke Tosora, kota dagang yang pada abad ke-16 dan 17 dikenal sebagai pusat perdagangan kosmopolitan yang dihuni oleh komunitas Arab, Melayu, Persia, dan Tionghoa.
“Tosora pada abad ke-16 hingga ke-17 dikenal sebagai kota dagang yang ramai... Penduduknya sangat heterogen,” terang Muslimin AR Effendy.
Antara Spiritualitas dan Skeptisisme
Meski diyakini banyak kalangan, sebagian akademisi masih ragu atas klaim tersebut. Minimnya bukti tertulis menjadi kendala utama dalam mengukuhkan identitas makam.
“Saya termasuk yang tidak begitu meyakini bahwa makam Syekh Jamaluddin itu ada di Tosora. Saya lebih percaya kepada sumber tertulis yang menyebutkan bahwa makam beliau berada di Trowulan,” ujar seorang akademisi yang aktif meneliti sejarah Islam kawasan timur Indonesia.
Namun, dalam konteks sejarah Islam, kepercayaan terhadap karomah dan perjalanan spiritual para wali sering kali menjadi fondasi kuat bagi keyakinan masyarakat.
Tokoh yang Terus Dihormati
Nama Syekh Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini telah diabadikan sebagai nama jalan utama di Tosora. Bahkan Presiden ke-4 RI, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), pernah mengunjungi kawasan makam meski tidak sampai ke lokasi pemakaman.
"Saya masih ingat betul karena baru dua bulan lalu saya ke sana. Selain itu, nama beliau juga diabadikan sebagai nama jalan utama di Tosora," kata Muslimin.
Meski kontroversial, warisan spiritual dan peran simbolis Syekh Jamaluddin dalam sejarah Islam lokal menjadikan makam di Tosora tetap menjadi magnet ziarah yang kuat. Gapura besar bertuliskan “Makam Al-Syekh Al-Habib Jamaluddin Al-Akbar Al-Husaini” kini berdiri kokoh, menjadi penanda bahwa narasi sejarah, walaupun belum final, tetap hidup di tengah masyarakat.
Baca Juga:
Menkomdigi: Pengembangan Sistem Digitalisasi Harus Dibarengi Edukasi |
Editor: Redaksi TVRINews