
Dok. Kemenbud
Penulis: Krisafika Taraisya Subagio
TVRINews, Jakarta
Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, menekankan pentingnya penulisan ulang sejarah nasional sebagai upaya menemukan kembali jati diri bangsa. Hal ini ia sampaikan saat menjadi keynote speaker secara virtual dalam Seminar Nasional Perkumpulan Program Studi Pendidikan Sejarah se-Indonesia (P3SI) yang digelar di Universitas Negeri Jakarta (UNJ).
Dalam sambutannya, Fadli menyampaikan apresiasinya kepada UNJ yang menjadi tuan rumah kongres dan seminar nasional P3SI. Ia menilai tema yang diangkat, "Menulis Sejarah, Membangun Bangsa: Membangun Peran Pendidikan Sejarah di Sekolah", sangat relevan dengan tantangan pendidikan sejarah saat ini.
"Sejarah bukan sekadar pelajaran di sekolah, tapi fondasi penting dalam membentuk identitas dan arah masa depan bangsa," ujar Fadli dalam keterangan tertulis, dikutip Minggu, 6 Juli 2025.
Fadli juga menyoroti minimnya pembaruan dalam penulisan sejarah nasional. Ia mengungkapkan bahwa sejak penyusunan Buku Sejarah Nasional Indonesia pada 1970-an oleh tim yang dipimpin Prof Soekanto, belum ada pembaruan komprehensif yang mencakup dinamika sosial-politik dari era Reformasi hingga kini.
Menurutnya, masih banyak narasi sejarah yang terperangkap dalam sudut pandang kolonial. Sebagai contoh, ia menyinggung istilah "aksi polisionil" yang digunakan Belanda untuk menyamarkan agresi militernya terhadap Indonesia.
"Kita perlu beralih ke cara pandang yang Indonesia-sentris. Menulis sejarah bukan hanya soal kronologi peristiwa, tapi juga membangun karakter dan kesadaran kebangsaan," tegasnya.
Dalam konteks itu, Fadli menyerukan pentingnya re-inventing Indonesian identity, yakni upaya kolektif menulis sejarah berdasarkan pengalaman dan nilai-nilai bangsa sendiri agar generasi muda tumbuh dengan pemahaman yang kuat tentang jati dirinya.
Senada dengan Fadli, Dirjen Pelindungan Kebudayaan dan Tradisi, Restu Gunawan, mengajak masyarakat untuk melihat sejarah sebagai ruang kreativitas, bukan hanya sekadar hafalan. Ia mendorong pemanfaatan ide-ide baru dalam memaknai dan menyampaikan narasi sejarah.
Sementara itu, Ketua Panitia Nuraeni Marta menyebut kegiatan ini sebagai ruang strategis bagi para dosen dan akademisi sejarah untuk bertukar gagasan. Ia menekankan pentingnya sinergi antara P3SI, UNJ, dan Kementerian Kebudayaan dalam memperkuat posisi pendidikan sejarah secara nasional.
Ketua Umum P3SI, Zulkarnain, juga menilai kongres keempat ini sebagai momentum penting untuk memperkuat jejaring antar program studi sejarah serta mendorong peningkatan kualitas pendidikan sejarah di Indonesia.
Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah tokoh akademik, termasuk Rektor UNJ Prof. Dr. Komarudin, serta tiga narasumber utama: Prof. Singgih Tri Sulistiyono (Universitas Diponegoro), Hamdan Tri Atmaja (Universitas Negeri Semarang), dan Sumardiansyah (Asosiasi Guru Sejarah Indonesia).
Sebagai bagian dari rangkaian kegiatan, juga dilakukan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Kementerian Kebudayaan dan UNJ yang diwakili oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Firdaus Wajdi, Ph.D., bersama Prof. Dr. Agus Mulyana.
Melalui forum ini, diharapkan lahir kolaborasi konkret antar institusi pendidikan untuk menjadikan sejarah sebagai kekuatan dalam membangun peradaban bangsa.
Baca Juga:
| Komisi I DPR Tegaskan Seleksi Dubes Berdasarkan Kecocokan dan Kapasitas |
Editor: Redaksi TVRINews
