
Bagaimana Masa Lalu Jakarta Membentuk Masa Depannya?
Penulis: Alfin
TVRINews, Jakarta
Dalam semangat perayaan HUT ke-498, seminar “Membaca Ulang Jakarta: Dari Visi Founding Parents Hingga Kota Smart City” menjadi ruang refleksi dan dialog lintas generasi. Acara ini mengajak publik melihat kembali akar sejarah ibu kota sekaligus merancang arah baru Jakarta sebagai kota global yang cerdas, inklusif, dan berbudaya.
Seminar bertajuk “Membaca Ulang Jakarta: Dari Visi Founding Parents Hingga Kota Smart City” diselenggarakan di Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya pada Senin, 14 Juli 2025, yang digelar Yayasan Sanjeev Lentera Indonesia bersama Perhimpunan Alumni Universitas Katolik Atma Jaya (Perluni UAJ).
Seminar ini menghadirkan berbagai tokoh penting, antara lain juru bicara Gubernur DKI Jakarta Chiko Hakim, anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan Dwi Rio Sambodo, Profesor Sylviana Murni, diplomat Dieny Tjokro yang juga cucu M.H. Thamrin, serta perwakilan Perluni UAJ Christiana Chelsia Chan. Mewakili Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung, Wakil Kepala Bappeda DKI Jakarta, Deftrianov hadir sebagai pembicara kunci.
Ketua Yayasan Sanjeev Lentera Indonesia, Arthur Sanger, menekankan pentingnya sejarah sebagai pijakan untuk menata masa depan Jakarta.
“Semangat sejarah menjadi kerangka dasar dalam menjawab tantangan masa kini dan masa depan Jakarta sebagai kota yang sedang mengalami akselerasi teknologi,” ujar Arthur.
Senada, Sekretaris Jenderal Perluni UAJ Jefri Moses Kam menyampaikan pentingnya peran akademisi, alumni, dan pemerintah dalam membangun Jakarta secara kolaboratif.
“Akademisi, praktisi, dan terutama alumni UAJ penting untuk berkontribusi secara kolektif dan konstruktif untuk pembangunan Jakarta,” ucapnya.
Deftrianov dalam paparannya menjelaskan visi strategis Jakarta untuk masuk dalam 20 besar kota global. Ia menyebut beberapa target utama yang meliputi penguatan masyarakat megapolitan yang sejahtera, pusat ekonomi inovatif, manajemen kota modern, ruang kota berkelanjutan, serta konektivitas sosial dan budaya.
Chiko Hakim menambahkan, sejak awal Jakarta telah memiliki karakter sebagai kota global.
“Jakarta telah menjadi kota global sejak lahirnya, tempat kumpul banyak bangsa, budaya dari seluruh penjuru dunia. Jakarta tidak memiliki raja, jadi egaliter, pergaulannya egaliter dan setara.”
Menurut Chiko, langkah ke depan menuntut inovasi kebijakan yang responsif dan adaptif.
“Untuk ini sudah saatnya inovasi kebijakan harus merespon aspirasi publik secara langsung dan adaptif terhadap perkembangan teknologi,” tambahnya.
Anggota DPRD DKI Jakarta Dwi Rio Sambodo menggarisbawahi pentingnya menafsir ulang pemikiran para pendiri bangsa untuk membentuk masa depan kota.
“Jakarta dalam impian Bung Karno memiliki tiga aspek: kota pencetusan proklamasi, simbol perlawanan, dan representasi nation character building,” katanya.
Ia menambahkan, “Jakarta perlu menjadi kota global yang tetap manusiawi, kontekstual, dan berakar. Jakarta kota global dan berbudaya ini juga harus berkeadilan.”
Sementara Profesor Sylviana Murni, mantan Wali Kota Jakarta Pusat dan tokoh Betawi, menekankan pentingnya pembangunan manusia.
“Kota ini tidak hanya diukur dari pencakar langitnya, tetapi dari relasi antar manusia di dalamnya. Untuk itu penting pemberdayaan sumber daya manusia yang terarah, terukur dan berkarakter,” jelasnya.
Ia juga mendorong pendekatan budaya melalui konsep “Fokkunding” atau forum keluarga dan komunitas sebagai strategi berbasis nilai lokal.
“Jakarta Kota Global dan smart city di Jakarta harus tetap mengakar pada kebudayaan,” ujarnya.
Dieny Tjokro, mantan Duta Besar Indonesia untuk Ekuador, menyoroti pentingnya menanamkan cinta tanah air pada generasi muda.
“Dari rasa bangga itulah tumbuh rasa cinta yang kemudian dapat memunculkan sikap menjaga dan memajukan kota Jakarta,” ucapnya.
Ia juga menekankan perlunya kecerdasan budaya dan kemampuan diplomasi bagi generasi muda agar siap menyongsong masa depan Jakarta.
Sementara itu, Christiana Chelsia Chan dari Perluni UAJ menegaskan pentingnya pengelolaan kota berbasis ilmu pengetahuan. Ia mengusulkan agar RT dan RW dikelola dengan pendekatan yang ramah terhadap teknologi, lingkungan, disabilitas, dan berbasis riset.
“Kami berharap adanya keterlibatan aktif akademisi dari perguruan tinggi, sebagai subjek pembangunan dalam merancang merencanakan program pembangunan di Jakarta, yang tentunya didasarkan pada hasil riset,” pungkas Chelsia.
Seminar yang dimoderatori Dahlan Khatami ini menjadi wadah reflektif sekaligus ruang strategis untuk membangun sinergi antarkomponen masyarakat. Harapannya, Jakarta dapat terus berkembang menjadi kota global yang cerdas, inklusif, dan tetap berakar kuat pada budaya lokalnya.
Editor: Redaksi TVRINews