
ANTARA/Akhmad Nazaruddin Lathif
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Cholil Nafis, menegaskan bahwa praktik penggunaan sound horeg layak dihukumi haram karena sifatnya yang mengganggu masyarakat.
Tak hanya itu, menurutnya karakteristik utama dari sound horeg justru terletak pada efek kebisingan dan getaran yang meresahkan.
“Karakter sound horeg itu memang mengganggu. Kalau tidak mengganggu, itu bukan sound horeg lagi, tapi cuma sound system biasa,” kata Cholil.
Terlebih, lanjut dia mengatakan jika hasil keputusan sejumlah lembaga keagamaan di Jawa Timur yang resmi menetapkan fatwa haram terhadap penggunaan sound horeg, terutama dalam konteks yang berlebihan dan melanggar nilai-nilai syariat.
Salah satu fatwa haram datang dari Forum Satu Muharram 1447 H yang digelar di Pondok Pesantren Besuk, Pasuruan. Forum Bahtsul Masail yang melibatkan para ulama memutuskan bahwa sound horeg haram secara mutlak, tak bergantung pada lokasi atau intensitas gangguannya.
Baca Juga: Kemnaker Ingatkan Waspadai Tautan Palsu Berkedok Program BSU
KH Muhibbul Aman Aly, pengasuh Ponpes Besuk, menyatakan bahwa penetapan haram bukan semata karena suara bising, tapi karena konteks sosial dan moral yang menyertai praktik sound horeg.
“Kami mempertimbangkan bukan hanya dampak suaranya, tapi juga kelaziman praktik yang menyimpang. Maka, di mana pun itu dilakukan mengganggu atau tidak tetap haram,” ujarnya.
Fatwa itu pun ditegaskan berdiri secara independen, tidak bergantung pada larangan pemerintah.
Selain itu, fatwa serupa dikeluarkan oleh MUI Jawa Timur. Dalam pernyataannya, Sholihin Hasan, Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jatim, menjelaskan bahwa sound horeg dianggap haram jika digunakan secara berlebihan dan melanggar norma syariat, seperti menimbulkan gangguan kesehatan, merusak fasilitas umum, atau disertai kemaksiatan seperti joget campur pria-wanita.
“Istilah horeg itu berasal dari kata ‘bergetar’. Kalau sudah melampaui batas, mengganggu, bahkan membahayakan, maka jelas hukumnya haram,” kata Sholihin.
Fatwa ini muncul setelah MUI Jatim menerima petisi dari 828 warga yang mengeluhkan dampak negatif dari penggunaan sound horeg di berbagai wilayah. Petisi itu disusul dengan forum diskusi melibatkan tokoh agama, pengusaha sound system, hingga dokter THT.
KH Cholil Nafis menambahkan bahwa fatwa haram terhadap sound horeg tidak muncul begitu saja, melainkan berdasarkan kaidah-kaidah syariat yang melarang segala bentuk perbuatan yang menyakiti atau mengganggu orang lain.
“Jika hiburan dilakukan tanpa mengganggu, seperti hajatan keluarga biasa, itu tidak masalah. Tapi kalau sudah merusak ketenangan, maka jelas jatuh ke haram,” tegasnya.
Dengan makin meluasnya penggunaan sound horeg, terutama dalam acara-acara yang kerap melanggar batas kesopanan dan meresahkan warga, keputusan para ulama dan MUI menjadi peringatan keras agar hiburan tetap dilakukan secara bijak dan bertanggung jawab.
Fatwa haram ini tidak hanya bicara soal suara, tapi soal nilai dan dampak sosial yang ditimbulkan.
Editor: Redaktur TVRINews