
Kasus Korupsi BBM, Mantan Anggota TKN Prabowo-Gibran: Sikat Koruptor Pertamina, Jangan Pandang Bulu
Writer: Alfin
TVRINews, Jakarta
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkap dugaan korupsi dalam tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina Patra Niaga periode 2018-2023. Kasus ini melibatkan sembilan tersangka, termasuk Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, yang diduga memerintahkan praktik pencampuran (blending) bahan bakar minyak (BBM) secara ilegal.
Modus operandi yang digunakan para tersangka melibatkan pembelian BBM dengan Research Octane Number (RON) lebih rendah, seperti RON 88 (Premium), kemudian mencampurnya dengan RON 92 (Pertamax) untuk menghasilkan BBM yang dijual sebagai RON 92.
Proses pencampuran ini dilakukan di fasilitas milik PT Orbit Terminal Merak, perusahaan yang terkait dengan tersangka Muhammad Kerry Adrianto Riza.
Menanggapi pengungkapan kasus ini, mantan anggota Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran, David Herson, menyatakan bahwa tindakan tegas harus diambil tanpa pandang bulu terhadap para pelaku korupsi yang telah merugikan negara dan menyengsarakan masyarakat. Ia menekankan pentingnya pengawalan proses hukum agar para tersangka tidak lolos dari jerat hukum.
“Ini salah satu kejahatan korupsi yang sangat kejam yang terjadi di republik ini. Mereka adalah penjahat-penjahat yang merampok negara kita dan menyengsarakan hampir seluruh masyarakat indonesia. Mereka harus dijatuhi hukuman yang setimpal dengan merugikan negara di disinyalir hampir ribuan triliun. Ini harus dikawal, dan jangan biarkan mereka lolos dari jerat hukum”, kata david, Kamis, 27 Februari 2025.
Praktik ini tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak negatif pada kualitas BBM yang diterima masyarakat. Sebelumya, Kaspuspenkum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, menyatakan kerugian negara dari kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina Patra Niaga telah mencapai ratusan triliun rupiah.
“Rp193,7 triliun itu di tahun 2023, perhitungan sementara ya, tapi itu juga sudah komunikasi dengan ahli. Jadi, coba dibayangkan, ini kan tempus-nya 2018-2023. Kalau sekiranya dirata-rata di angka itu (Rp193,7 triliun) setiap tahun, bisa kita bayangkan seberapa besar kerugian negara,” kata Harli.
Kasus ini bermula dari keluhan masyarakat di Papua dan Palembang mengenai penurunan kualitas BBM jenis Pertamax. Keluhan tersebut memicu penyelidikan yang akhirnya mengungkap praktik ilegal pencampuran BBM di tubuh Pertamina Patra Niaga.
Pengungkapan kasus ini menyoroti pentingnya pengawasan ketat terhadap tata kelola perusahaan milik negara dan penegakan hukum yang tegas terhadap praktik korupsi yang merugikan masyarakat luas.
Editor: Redaktur TVRINews
