
Foto: Dok MPR RI
Penulis: Intan Kw
TVRINews, Jakarta
Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid, mengecam manuver Israel yang mengakui Somaliland sebagai negara. Menurutnya, langkah tersebut merupakan upaya pengalihan perhatian dunia dari berlanjutnya kejahatan kemanusiaan Israel di Gaza dan Palestina.
Ia pun mendorong pemerintah Indonesia untuk segera menegaskan sikap penolakan, sejalan dengan sikap yang telah disampaikan berbagai komunitas internasional.
“Manuver Israel ini penting diwaspadai sebagai upaya penggunaan politik divide et impera model lama, yakni memecah belah negara berdaulat agar memudahkan Israel memuluskan muslihat memperluas penjajahan dari wilayah Palestina ke negara lain yang tercakup dalam klaim Israel Raya. Dengan manuver ini, Israel berhasil mengalihkan perhatian dunia dari nestapa Gaza akibat pelanggaran perjanjian damai yang terus dilakukan. Dunia sibuk menolak pengakuan Israel atas Somaliland, sementara pada saat yang beriringan pasukan Israel kembali melanggar gencatan senjata dengan melancarkan serangan militer besar-besaran ke Tepi Barat,” kata Hidayat dalam keterangan pers yang diterima tvrinews.com, Senin, 29 Desember 2025.
Hidayat menambahkan, situasi tersebut semakin berbahaya dengan adanya rencana Israel menjadikan Somaliland sebagai tujuan relokasi dalam skenario pengusiran massal warga Gaza keluar dari Palestina, agar Gaza sepenuhnya berada di bawah kuasa penjajah Israel.
Ia menambahkan Indonesia perlu secara terbuka menolak manuver tersebut. Meski saat ini Israel menjadi satu-satunya negara yang mengakui Somaliland, penolakan atas pengakuan itu telah disampaikan secara luas oleh banyak pihak, antara lain China, Uni Eropa, Uni Afrika beserta negara-negara anggotanya, Liga Arab, OKI, Parlemen Liga Arab, bahkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump sebagai sekutu terdekat Israel.
“Semua pihak tersebut menghormati kedaulatan dan keutuhan wilayah Republik Somalia. Inilah momentum agar Dewan Keamanan PBB segera digelar untuk menyepakati keputusan menolak pengajuan Israel atas Somaliland tanpa adanya veto dari Amerika Serikat,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hidayat mengingatkan bahwa jika manuver ini tidak dicegah secara kolektif oleh komunitas internasional dan negara-negara pendukung Palestina merdeka, maka preseden buruk tersebut berpotensi menimpa negara lain, termasuk Indonesia.
“Akan sangat berbahaya apabila Israel melakukan pola serupa dengan bekerja sama dengan kelompok-kelompok separatis di negara lain, termasuk di Indonesia,” ujarnya.
Hidayat menjelaskan, tuntutan pemisahan diri Somaliland dari Republik Somalia tidak dapat dibenarkan sebagai bentuk right to self-determination. Dalam hukum kebiasaan internasional, hak menentukan nasib sendiri hanya dapat digunakan sekali dan untuk selamanya. Rakyat Somalia telah menggunakan hak tersebut pada 1 Juli 1960 saat memerdekakan diri dari penjajahan Inggris dan Italia.
Sebaliknya, ia menegaskan bahwa pihak yang justru berhak atas right to self-determination adalah rakyat Palestina. Hal ini ditegaskan melalui Resolusi Sidang Umum PBB pada 16 Desember 2025 yang didukung mayoritas mutlak negara anggota PBB, sebanyak 164 negara. Namun hingga kini Palestina masih berada di bawah penjajahan Israel dan belum dapat menggunakan hak menentukan nasibnya sendiri untuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
“Manuver Israel mengakui Somaliland justru akan semakin menguatkan cengkeraman penjajahan Israel atas Gaza dan Palestina, serta makin memustahilkan pelaksanaan resolusi PBB tentang Palestina, termasuk hak menentukan nasib sendiri dengan berdirinya negara Palestina yang benar-benar merdeka dan berdaulat,” tuturnya.
Editor: Redaksi TVRINews
