Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti menegaskan komitmen Indonesia dalam mengatasi masalah Anak Tidak Sekolah (ATS) di kawasan Asia Tenggara.
Forum tingkat tinggi ini diselenggarakan oleh Pemerintah Malaysia selaku ketua ASEAN 2025, dengan tujuan merumuskan strategi bersama dalam mengurangi jumlah anak dan remaja yang terputus dari akses pendidikan.
Menteri Pendidikan Malaysia, Fadhlina Sidek, membuka acara dengan harapan seluruh negara ASEAN dapat mengadopsi Joint Ministerial Statement on Out-of-School Children and Youth (OOSCY) sebagai hasil nyata pertemuan.
Abdul Mu'ti dalam pidatonya menyambut baik inisiatif kolektif ASEAN. Ia menekankan pentingnya keseriusan bersama dalam menangani masalah pendidikan, terlebih data UNESCO pada 2024 mencatat lebih dari 250 juta anak dan remaja di dunia masih berada di luar sistem pendidikan formal.
"Ini momentum penting untuk bertindak. Di ASEAN sendiri, kita perlu mengadopsi kebijakan berbasis data serta strategi konkret yang dapat dijalankan lintas sektor dan lintas negara," kata Mu'ti dalam keterangan yang dikutip, Jumat, 20 Juni 2025.
Mu'ti memaparkan sejumlah kebijakan dan program yang telah dijalankan Indonesia untuk mengatasi ATS. Salah satunya melalui Strategi Nasional yang diluncurkan pada 2020 sebagai hasil kolaborasi antar kementerian dan pemerintah daerah.
Langkah ini diperkuat dengan sistem data pendidikan yang terintegrasi dengan informasi sosial ekonomi, yang digunakan untuk menyalurkan bantuan Program Indonesia Pintar (PIP). Pada 2024, program ini telah mendukung lebih dari 18,8 juta siswa di seluruh Indonesia.
Tak hanya itu, Kemendikdasmen juga menghadirkan aplikasi digital Rumah Pendidikan sebagai sarana pembelajaran daring dan luring yang memperluas jangkauan pendidikan, serta merevitalisasi sekolah-sekolah dengan pendekatan inklusif.
“Selain pendidikan formal, kami juga mengembangkan layanan pendidikan nonformal seperti pusat belajar masyarakat dan pelatihan kewirausahaan, untuk menjangkau anak jalanan, pekerja anak, serta mereka yang terdampak pernikahan dini,” jelasnya.
Indonesia juga mengembangkan model Sekolah Rakyat berbasis asrama komunitas, sekolah satu atap, dan program kesetaraan (Paket A, B, dan C) untuk pelajar yang tidak lagi berada dalam usia sekolah.
Dalam sesi diskusi, Abdul Mu'ti menekankan pentingnya kolaborasi antarnegara ASEAN, terutama untuk mengatasi OOSCY di wilayah perbatasan dan daerah terpencil yang memiliki kerentanan tinggi.
“Kita harus bekerja lintas sektor dan melibatkan semua pemangku kepentingan di level lokal hingga regional. Setiap negara perlu memahami konteks lokalnya dalam menyusun strategi,” tegasnya.
Ia juga mendorong negara anggota ASEAN untuk menyelaraskan strategi mereka dengan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC) Post-2025 Strategic Plan sebagai kerangka penguatan pendidikan, perlindungan sosial, dan inklusi.
Sebelum menutup pidatonya, Abdul Mu’ti menyerukan langkah kolektif yang lebih berani dan terkoordinasi. Ia mengajak seluruh menteri untuk memperkuat sistem data, membuka jalur pembelajaran yang lebih fleksibel, serta berinvestasi pada pengembangan guru dan kurikulum inovatif.
“Tidak boleh ada satu pun anak yang tertinggal. Ini bukan hanya kewajiban kebijakan, tetapi juga kewajiban moral kita bersama di ASEAN,” tuturnya.
Editor: Redaktur TVRINews
