
sumber: Kementerian ESDM
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersama badan usaha penyedia bahan bakar minyak (BBM), baik BUMN maupun swasta, resmi menyepakati skema baru pengaturan impor BBM. Langkah ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan neraca perdagangan nasional sekaligus memastikan ketersediaan energi bagi masyarakat tetap aman.
Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, menyampaikan bahwa hasil rapat koordinasi bersama PT Pertamina (Persero) dan badan usaha SPBU swasta menghasilkan kesepakatan penting, termasuk kerja sama dalam pengadaan dan impor BBM jenis base fuel bahan bakar murni tanpa campuran aditif.
“Mereka sepakat bekerja sama dengan Pertamina, tapi dengan syarat menggunakan base fuel. Pencampuran aditif akan dilakukan di tangki masing-masing SPBU. Ini solusi yang sudah disetujui,” ujar Bahlil
Lebih lanjut, Bahlil memastikan bahwa stok BBM nasional dalam kondisi aman dan cukup untuk kebutuhan 18 hingga 21 hari ke depan. Pemerintah juga menargetkan dalam waktu maksimal tujuh hari ke depan, impor BBM sudah mulai masuk ke Indonesia.
“Mulai hari ini pembahasan sudah berjalan. Usai ini akan dilanjutkan dengan rapat teknis terkait stok. Insya Allah, paling lambat tujuh hari ke depan BBM impor sudah bisa masuk,” tambahnya.
Bahlil juga membeberkan, poin penting dalam kesepakatan ini adalah pelaksanaan survei bersama (joint survey) untuk memastikan kualitas BBM sebelum pengiriman ke Indonesia.
Pemerintah juga meminta agar proses pembelian BBM dilakukan secara transparan dan adil bagi semua pihak.
Kebijakan pengaturan impor ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 61 Tahun 2024 tentang Neraca Komoditas, khususnya Pasal 14 ayat (1), yang memberi wewenang kepada Menteri atau Kepala Lembaga terkait untuk menetapkan rencana kebutuhan komoditas.
Kementerian ESDM menegaskan bahwa pemerintah tidak menutup keran impor BBM, tetapi mengaturnya agar sejalan dengan kondisi perdagangan nasional. Data menunjukkan bahwa pangsa pasar BBM non-subsidi di SPBU swasta terus meningkat mencapai 15 persen hingga Juli 2025, naik dari 11 persen pada tahun sebelumnya.
Peningkatan ini mencerminkan tingginya permintaan BBM non-subsidi dan bertambahnya outlet SPBU swasta, yang menjadi dasar pengaturan porsi impor agar tetap selaras dengan cadangan energi nasional dan kondisi fiskal negara.
Pemerintah juga menegaskan bahwa kebijakan impor BBM bersifat fleksibel dan dapat disesuaikan jika diperlukan, bergantung pada ketersediaan pasokan dalam negeri, kebutuhan konsumsi, kelancaran distribusi, serta situasi keuangan negara.
Selain itu, Kementerian ESDM akan terus memfasilitasi kerja sama skema business to business (B2B) antara PT Pertamina (Persero) dan badan usaha SPBU swasta, guna menjaga kelangsungan suplai BBM non-subsidi di pasaran.
Sebagai informasi, hingga saat ini Pertamina Patra Niaga masih memiliki sisa kuota impor sebesar 34 persen atau sekitar 7,52 juta kiloliter. Jumlah tersebut cukup untuk memenuhi tambahan alokasi kebutuhan SPBU swasta hingga akhir Desember 2025, yang ditetapkan sebesar 571.748 kiloliter.
Editor: Redaktur TVRINews