
dok. KemenLH
Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup/Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH) menegaskan kesiapan Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin dalam aksi iklim global pada Conference of the Parties ke-30 (COP30) yang akan digelar di Belém, Brasil, pada 10–21 November 2025. Sebagai langkah awal, Indonesia telah memperbarui Second Nationally Determined Contribution (SNDC) pada akhir Oktober 2025 dengan target puncak emisi 2030 yang lebih rendah dibandingkan skenario sebelumnya.
Dalam pembaruan tersebut, Indonesia menetapkan dua skenario Low Carbon Compatible with Paris Agreement (LCCP), dengan proyeksi penurunan emisi sebesar 8 hingga 17,5 persen. Langkah ini menjadi bagian dari komitmen nasional menuju visi Indonesia Emas 2045.
Menteri Lingkungan Hidup/Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa COP30 menjadi momentum penting untuk menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam isu perubahan iklim.
“COP30 menandai satu dekade sejak lahirnya Persetujuan Paris. Dalam periode ini, dunia memang telah mencatat kemajuan, namun masih belum berada di jalur yang tepat untuk membatasi kenaikan suhu global di bawah 1,5 derajat Celsius,”kata Hanif dalam keterangan tertulis, Jumat, 31 Oktober 2025.
“Indonesia datang ke Belém bukan sebagai penonton, melainkan sebagai penggerak. Kita membawa regulasi, kemitraan, dan target yang jelas untuk mempercepat transisi energi yang adil dan berkelanjutan,” tambahnya.
Hanif menekankan bahwa diplomasi iklim Indonesia akan berbasis pada data, kolaborasi, dan transparansi lintas sektor. Upaya tersebut diperkuat melalui koordinasi antarkementerian dan kerja sama dengan mitra global.
Utusan Khusus Presiden RI Bidang Iklim dan Energi, Hashim Sumitro Djojohadikusumo, menambahkan bahwa kerja sama internasional menjadi pengungkit utama dalam mencapai target iklim nasional.
“Melalui diplomasi karbon dan perdagangan lintas sektor, Indonesia berupaya memperluas akses pasar global sekaligus memperkuat kredibilitas unit karbon nasional. Kami juga telah menjalin Mutual Recognition Agreements (MRA) dengan sejumlah mitra internasional seperti Jepang, Gold Standard, dan Verra,” jelas Hashim.
Sebagai bentuk soft diplomacy, Paviliun Indonesia di COP30 mengusung tema “Accelerating Substantial Actions of Net Zero Achievements through Indonesia High Integrity Carbon.” Paviliun ini akan menjadi ajang pertemuan bagi pembuat kebijakan, pelaku pasar, dan mitra internasional untuk membangun ekosistem perdagangan karbon yang transparan dan berkelanjutan.
Selain diplomasi, penguatan kebijakan dalam negeri menjadi pilar utama untuk mendorong ekonomi hijau.
“Kami optimistis dengan dukungan regulasi terbaru seperti Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon, Indonesia akan semakin kuat dalam memimpin pasar karbon global,” tegas Hanif.
Delegasi Indonesia di COP30 juga menyoroti pentingnya orkestrasi lintas sektor yang akuntabel, dengan evaluasi capaian mitigasi setiap enam bulan sesuai mandat SNDC. Sektor kehutanan disebut tetap menjadi pendorong utama penurunan emisi, sementara sektor energi terus berproses menuju transformasi rendah karbon.
Prioritas Indonesia dalam forum iklim ini mencakup penguatan kemitraan internasional dan akses pasar karbon berintegritas, advokasi pertumbuhan ekonomi hijau, serta pendanaan iklim yang berimbang antara mitigasi dan adaptasi memastikan Indonesia bukan hanya bagian dari solusi global, tetapi juga pelopor dalam aksi nyata menuju dunia yang lebih berkelanjutan.
Editor: Redaksi TVRINews
