
Hasan Nasbi: Pemerintah Optimistis Negosiasi Tarif Impor dengan AS Bisa Berhasil
Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (Presidential Communication Office/PCO), Hasan Nasbi, menyatakan bahwa pemerintah Indonesia tetap optimistis dalam menghadapi rencana pengenaan tarif impor sebesar 32% oleh Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap sejumlah produk dari Indonesia.
Menurut Hasan, meski sebelumnya tenggat masa jeda tarif berakhir pada 9 Juli 2025, Trump justru mengumumkan penerapan tarif baru dimulai pada 1 Agustus 2025. Hal ini dinilai sebagai sinyal positif karena memberikan ruang tambahan bagi proses negosiasi.
“Seharusnya tenggat 90 hari berakhir pada 9 Juli. Tapi Trump justru memperpanjang hingga 1 Agustus, artinya memberi ruang untuk kelanjutan negosiasi. Dalam suratnya juga disebutkan masih ada peluang untuk menurunkan tarif,” kata Hasan dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa, 8 Juli 2025.
Ia mengungkapkan bahwa tim negosiasi Indonesia saat ini sudah berada di Washington DC, sementara Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sedang dalam perjalanan dari Brasil menuju Amerika Serikat untuk memperkuat lobi dan melanjutkan pembicaraan.
Hasan menegaskan bahwa kebijakan tarif tersebut tidak ada kaitannya dengan keanggotaan penuh Indonesia dalam BRICS.
“Sampai saat ini tidak ada informasi yang mengaitkan kebijakan tarif dengan posisi Indonesia di BRICS,”ucapnya.
Penunjukan 24 Calon Dubes Perkuat Hubungan Internasional
Dalam kesempatan yang sama, Hasan juga menjelaskan alasan di balik pengajuan 24 nama calon duta besar oleh Presiden Prabowo Subianto ke DPR RI. Dari jumlah tersebut, 18 di antaranya merupakan diplomat karier dari Kementerian Luar Negeri, sementara sisanya adalah tokoh non-karier yang dinilai memiliki kapasitas dan jejaring internasional.
“Penunjukan ini mempertimbangkan situasi global serta kebutuhan untuk memperkuat hubungan bilateral, baik di bidang ekonomi, diplomasi, maupun kerja sama strategis. Termasuk posisi Duta Besar RI untuk AS yang telah lama kosong dan kini akan diisi oleh Indroyono Soesilo,” ungkapnya.
Ia menekankan bahwa langkah ini bukan semata untuk merespons isu tarif dari AS, melainkan bagian dari strategi diplomasi jangka panjang Indonesia.
Revisi Outlook Ekonomi dan Peluang Kerja di Luar Negeri
Menanggapi penurunan outlook pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,2% menjadi 4,7–5,0% untuk 2025, Hasan menyebut hal itu sebagai bentuk penyesuaian terhadap perlambatan ekonomi global.
“Rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia saat ini hanya sekitar 2,3%, dan kita masih berada jauh di atas itu. Jadi ini bukan soal pesimisme, tapi penyesuaian yang realistis,” jelasnya.
Sementara itu, terkait pernyataan sejumlah pihak mengenai dorongan agar masyarakat mencari peluang kerja di luar negeri, Hasan menegaskan bahwa hal tersebut bukan karena kurangnya lapangan kerja dalam negeri.
“Dalam setahun terakhir, kita berhasil menciptakan 3,6 juta lapangan kerja baru. Jadi ini bukan karena kekurangan pekerjaan. Tapi justru karena ada peluang global yang harus dimanfaatkan, apalagi banyak negara saat ini kekurangan tenaga kerja,”tuturnya.
Ia menambahkan bahwa bekerja di luar negeri seharusnya dipandang sebagai bagian dari strategi memperluas jaringan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia di era global.
Baca Juga: Pemerintah Optimistis Negosiasi Tarif dengan AS Berlanjut Meski Trump Naikkan Bea Masuk
Editor: Redaksi TVRINews