
BMKG Siapkan Peringatan Dini Banjir-Longsor Berbasis Dampak di 2026
Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) tengah menyiapkan sistem peringatan dini berbasis dampak atau Impact Based Forecasting (IBF) untuk memperkuat mitigasi bencana hidrometeorologi pada 2026.
Kepala BMKG Teuku Faisal Fathani mengatakan, pengembangan IBF merupakan hasil evaluasi dari sejumlah kejadian bencana dalam beberapa tahun terakhir. Sistem ini tidak hanya menyampaikan prakiraan hujan, tetapi juga menganalisis potensi dampak yang mungkin ditimbulkan.
“Ketika BMKG memberikan informasi hujan, baik intensitas sedang, lebat, maupun sangat lebat, itu tidak berhenti di situ. Kami analisis potensi dampaknya, apakah berisiko banjir atau longsor di wilayah tersebut,” kata Teuku Faisal dalam keterangan yang diterima tvrinews di Jakarta, Selasa, 23 Desember 2025.
Ia menjelaskan, prakiraan cuaca dari BMKG akan dipadukan dengan peta kerentanan wilayah. Dengan begitu, peringatan dini yang disampaikan kepada pemerintah daerah dan masyarakat menjadi lebih spesifik dan kontekstual.
“Prakiraan meteorologi akan di-overlay dengan kondisi kerentanan daerah. Jadi bukan hanya peringatan hujan tinggi, tapi hujan tinggi dengan potensi banjir atau longsor di lokasi tertentu,”ungkapnya.
BMKG saat ini mengembangkan IBF bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kementerian Pekerjaan Umum, serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Menurut Teuku Faisal, sistem tersebut secara teknis sudah siap, namun masih memerlukan penguatan, terutama dalam penyusunan peta kerentanan.
“BMKG sudah mampu memberikan akurasi prakiraan yang sangat tinggi, paling tidak untuk 3 hingga 7 hari ke depan. Tahun 2026 nanti, IBF ini akan mulai diterapkan,” tambahnya.
Selain itu, BMKG juga memperkuat kesiapsiagaan menghadapi periode libur Natal dan Tahun Baru (Nataru). Teuku Faisal menyebutkan, pihaknya telah membagi wilayah Indonesia ke dalam zonasi puncak musim hujan.
Untuk wilayah Sumatera bagian utara, tengah, hingga Sumatera Selatan, puncak musim hujan diperkirakan terjadi pada November–Desember. Sementara itu, Lampung, Jawa, Bali, hingga Nusa Tenggara diprediksi mengalami puncak musim hujan pada Januari.
“BMKG menempatkan personel di berbagai posko untuk melakukan pengamatan dan analisis cuaca secara langsung selama Nataru,”ucapnya.
Pengawasan tidak hanya difokuskan pada hujan, tetapi juga keselamatan transportasi darat, laut, dan udara. BMKG secara rutin menyampaikan informasi gelombang laut kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) sebagai dasar penentuan operasional pelayaran.
“Kami juga menyiapkan aplikasi untuk mendukung keselamatan perjalanan darat,”lanjutnya.
BMKG turut berkoordinasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) serta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memantau kondisi hujan di wilayah Jabodetabek. Jika diperlukan, Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) akan dilakukan bersama BNPB dan pemerintah daerah guna mengurangi potensi cuaca ekstrem selama Nataru.
Editor: Redaktur TVRINews
