
Purbaya Ungkap Idealnya Harga Pertalite Rp 11.700/L dan LPG 3 Kg Rp 42.750, Supaya Tepat Sasaran
Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews - Jakarta
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan besarnya selisih harga barang-barang bersubsidi yang selama ini ditanggung pemerintah. Mulai dari Pertalite, Solar, minyak tanah, LPG 3 kg, hingga listrik dan pupuk, subsidi diberikan agar masyarakat bisa memperoleh harga jauh lebih murah dibanding harga keekonomian.
Purbaya mengatakan pemerintah berkomitmen meningkatkan ketepatan sasaran subsidi melalui pemanfaatan data terpadu subsidi energi nasional. Transformasi subsidi kini diarahkan berbasis penerima manfaat.
Purbaya menjelaskan, selama ini beban subsidi ditanggung negara melalui selisih antara harga keekonomian dan harga yang dibayar masyarakat.
Untuk Pertalite, harga keekonomian seharusnya Rp 11.700 per liter. Namun, masyarakat hanya membayar Rp 10.000 per liter.
"Artinya, selisih Rp1.700 atau sekitar 15 persen ditutup menggunakan APBN, dengan realisasi subsidi pada 2024 mencapai Rp56,1 triliun yang dinikmati lebih dari 157 juta kendaraan," katanya saat rapat bersama Komisi XI DPR RI, Selasa (30/9/2025).
Solar mendapat subsidi lebih besar. Dari harga keekonomian Rp11.950/liter, masyarakat hanya mengeluarkan Rp6.800. Dengan demikian, APBN menanggung Rp5.150 atau 43 persen. Total subsidi Solar tahun 2024 tercatat Rp89,7 triliun untuk sekitar 4 juta kendaraan.
Untuk minyak tanah, harga keekonomian mencapai Rp 11.150 per liter, sedangkan masyarakat cukup membayar Rp 2.500 per liter. Subsidi yang ditanggung APBN mencapai Rp 8.650 atau 78 persen. Total realisasi 2024 sebesar Rp 4,5 triliun dengan penerima manfaat 1,8 juta rumah tangga.
Pada LPG 3 kilogram, subsidi bahkan lebih tinggi, yakni 70 persen. Harga keekonomian Rp 42.750 per tabung, namun masyarakat hanya membayar Rp 12.750. Dengan demikian, APBN menanggung Rp 30.000 per tabung. Realisasi subsidi pada 2024 mencapai Rp 80,2 triliun dengan 41,5 juta pelanggan penerima manfaat.
"Untuk LPG 3 kg, subsidi mencapai 70 persen dari harga keekonomian. Pola serupa terjadi pada listrik, solar, dan minyak tanah. Ini adalah bentuk keberpihakan fiskal yang akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan berkeadilan,” kata Purbaya.
Namun, ia mengingatkan bahwa distribusi subsidi energi saat ini masih belum tepat sasaran. Subsidi masih dinikmati oleh masyarakat kelas atas.
“Ke depan, kita akan terus berusaha agar subsidi dan kompensasi lebih tepat sasaran dan lebih berkeadilan,” pungkasnya.
Sebagai informasi, pagu subsidi dan kompensasi dalam APBN 2025 mencapai Rp498,8 triliun. Hingga Agustus, realisasinya baru menyentuh Rp218 triliun atau sekitar 43,7 persen dari total pagu.
Editor: Redaksi TVRINews