
DPR Kritik Menkes: Gaji Bukan Indikator Utama Kesehatan dan Kepintaran
TVRINews, Jakarta
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, menekankan pentingnya narasi pembangunan yang inklusif dan tidak menyinggung kelompok tertentu dalam masyarakat. Hal ini disampaikan menanggapi pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang menyebut orang dengan penghasilan Rp 15 juta per bulan “pasti lebih sehat dan pintar” dibanding mereka yang bergaji Rp 5 juta.
Menurut Yahya, pernyataan seperti itu bisa menyederhanakan kompleksitas sosial yang terjadi di lapangan. Ia mengingatkan bahwa kesuksesan, kecerdasan, dan kesehatan bukan semata ditentukan oleh besar kecilnya pendapatan.
“Kita harus hati-hati dalam menyampaikan narasi ke publik. Visi Indonesia Emas harus merangkul semua lapisan masyarakat, bukan malah mengotak-ngotakkan berdasarkan penghasilan,” kata Yahya dalam keterangan yang dikutip, Senin, 19 Mei 2025.
Ia menambahkan bahwa banyak warga dengan pendidikan tinggi yang tetap menghadapi kesulitan ekonomi, sementara sebagian masyarakat yang tidak mengenyam pendidikan tinggi justru berhasil secara finansial karena kerja keras dan kreativitas.
“Realitanya, ada sarjana S2 yang jadi pengemudi ojek online karena minimnya lapangan kerja, dan ada juga pengusaha sukses yang hanya lulusan SMA. Jadi, kita tidak bisa membuat kesimpulan sepihak soal korelasi pendapatan dengan kualitas pribadi seseorang,” ujarnya.
Yahya juga meminta agar setiap pernyataan dari pejabat publik didasari data yang akurat dan dikemas dengan narasi yang membangun, bukan menimbulkan kesan diskriminatif.
“Pemerintah harus membangun harapan dan semangat kolektif. Jangan sampai masyarakat merasa dikotak-kotakkan hanya karena angka di slip gaji,” tambahnya.
Pernyataan Menkes Budi Gunadi sebelumnya muncul dalam forum diskusi publik bertema kesehatan dan pembangunan nasional. Ia menyampaikan bahwa salah satu indikator negara maju adalah pendapatan per kapita yang tinggi, dan menyebut bahwa masyarakat yang sehat dan cerdas lebih berpeluang memperoleh pendapatan besar.
Namun pernyataan itu kemudian menimbulkan reaksi karena dianggap mereduksi faktor-faktor sosial-ekonomi yang memengaruhi kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga:
| Pererat Diplomasi Kawasan, Presiden Prabowo Kunker ke Thailand |
Editor: Redaksi TVRINews
