
Kuota Haji Jadi Ladang Korupsi, KPK Telusuri Aliran Uang di Kemenag
Penulis: Nisa Alfiani
TVRINews, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dugaan korupsi sistemik dalam penentuan dan pembagian kuota haji tahun 2023–2024 di lingkungan Kementerian Agama (Kemenag). Temuan awal menunjukkan bahwa praktik ini melibatkan pejabat di berbagai jenjang, dari pusat hingga daerah, yang diduga menerima bagian dari aliran dana hasil manipulasi kuota ibadah haji.
Modus korupsi ini tidak dilakukan secara terang-terangan. Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, uang tidak mengalir langsung dari agensi ke pejabat, melainkan melalui jaringan perantara yang terdiri dari orang kepercayaan, staf ahli, hingga kerabat para pejabat.
“Kami ketahui bahwa masing-masing tingkatan ini, masing-masing orang ini, ya kemudian mendapat bagiannya sendiri-sendiri,” ujar Asep dalam keterangan yang dikutip, Rabu (10/9/2025).
Pola permainan diduga terstruktur. Pimpinan Kemenag tidak berinteraksi langsung dengan agensi perjalanan haji. Sebaliknya, mereka menggunakan perantara untuk menjaga jarak dan menyamarkan keterlibatan langsung. Di balik itu, keputusan strategis tetap diatur oleh aktor-aktor utama di dalam kementerian.
KPK menyoroti penerbitan SK Menteri Agama Nomor 130 Tahun 2024 sebagai bagian dari upaya legalisasi pembagian kuota yang menyimpang dari ketentuan perundang-undangan. SK tersebut membagi 20.000 kuota haji tambahan secara setara antara kuota reguler dan khusus bertentangan dengan UU Nomor 8 Tahun 2019 yang mengamanatkan 92 persen kuota untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
“Dari 20.000 kuota, 10.000 kemudian menjadi kuota khusus dari yang seharusnya hanya 1.600. Jadi, ada tambahan 8.400 dari kuota reguler yang dipindahkan ke kuota khusus,” ungkap Asep.
Kuota haji khusus umumnya memiliki biaya lebih tinggi, dan karena itu menjadi ladang bisnis yang menggiurkan. KPK mengungkap bahwa sejumlah asosiasi agensi perjalanan haji aktif melobi pejabat Kemenag agar kuota tambahan dialihkan ke jalur khusus, membuka celah untuk praktik jual-beli kuota.
Sejauh ini, KPK telah menyita dua rumah milik ASN Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag dengan nilai mencapai Rp 6,5 miliar, sebagai bagian dari upaya pelacakan aset dan aliran uang haram.
Penyidik juga telah memeriksa sejumlah pihak, termasuk Ishfah Abidal Aziz, mantan staf khusus era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, yang diduga mengetahui atau terlibat dalam proses penentuan kuota.
Kasus ini menjadi sorotan karena menyangkut ibadah yang sakral dan sangat sensitif bagi umat Muslim Indonesia. Penyelewengan dalam urusan haji bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga menodai nilai kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penyelenggara ibadah.
“Terkait siapa saja yang bermain dalam kuota ini, saat ini masih kami dalami,” ujar Asep.
KPK menegaskan akan terus menggali struktur jaringan yang terlibat, dan memastikan setiap rupiah yang berasal dari praktik ilegal dikembalikan ke negara.
Baca juga: Jenazah Zetro Purba Dimakamkan Usai Penghormatan di Kemenlu
Editor: Redaksi TVRINews