
Bali Diterjang Hujan Ekstrem, Ratusan Warga dan Turis Dievakuasi
Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews, Jakarta
Pulau Bali kembali dihadapkan pada ujian berat ketika hujan ekstrem yang mengguyur selama lebih dari 24 jam tanpa jeda menyebabkan banjir besar di enam wilayah utama. Peristiwa ini tak hanya menjadi bencana alam, tetapi juga sorotan terhadap ketahanan infrastruktur dan kesiapan sistem tanggap darurat daerah yang menopang salah satu destinasi wisata utama dunia.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat bahwa banjir kali ini merupakan yang terparah dalam satu dekade terakhir. Wilayah terdampak mencakup Denpasar, Gianyar, Badung, Jembrana, Klungkung, dan Tabanan. Sembilan orang dilaporkan meninggal dunia, dua masih hilang, dan ratusan kepala keluarga terpaksa mengungsi.
Letjen TNI Suharyanto, Kepala BNPB, menyatakan bahwa status darurat bencana telah ditetapkan selama satu pekan ke depan.
"Kami sempat merencanakan status ini untuk dua minggu, namun setelah evaluasi, dinilai cukup satu minggu," ujarnya dalam konferensi pers di Denpasar, Rabu (11/9/2025).
Yang menarik perhatian dunia internasional, banjir ini turut berdampak pada puluhan wisatawan asing. Kawasan Kuta dan Legian, yang menjadi jantung aktivitas pariwisata, menjadi lokasi evakuasi skala besar oleh tim SAR gabungan.
"Kami menggunakan perahu karet untuk mengevakuasi turis asing sejak pagi. Di antaranya ada warga Australia, Rusia, dan Korea Selatan," kata I Nyoman Sidakarya, Kepala Kantor Basarnas Bali.
Kim Eastough, wisatawan asal Perth, Australia, mengaku vilanya di Legian nyaris tenggelam dan kini dipenuhi lumpur. "Hujan tidak berhenti seharian. Saat air mulai surut, yang tersisa hanyalah lumpur dan kerusakan," tuturnya.
Selain memakan korban jiwa, banjir juga memperlihatkan betapa rentannya infrastruktur di Bali terhadap perubahan cuaca ekstrem. Akses jalan utama menuju destinasi wisata di Denpasar lumpuh total. Jalur distribusi logistik terganggu, dan berbagai fasilitas publik seperti pasar, sekolah, dan tempat ibadah ikut terendam.
Wali Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Jaya Negara, telah mengumumkan status tanggap darurat untuk wilayahnya dan meminta setiap perangkat desa dan kelurahan segera mengidentifikasi warga terdampak. Posko terpadu didirikan di berbagai titik sebagai pusat koordinasi evakuasi dan distribusi bantuan.
Kondisi ini memunculkan pertanyaan baru: seberapa siap Bali menghadapi krisis iklim dan bencana alam di masa depan? Pakar lingkungan dari Universitas Udayana menyebut bahwa sistem drainase perkotaan di Bali belum cukup adaptif terhadap curah hujan ekstrem yang kini semakin sering terjadi akibat perubahan iklim.
“Ini bukan sekadar bencana alam biasa. Ini adalah peringatan tentang kebutuhan mendesak akan perencanaan kota yang lebih tahan iklim,” ujarnya.
Proses pemulihan diperkirakan tidak akan berlangsung cepat. Pemerintah daerah dan pusat harus bersinergi bukan hanya dalam penanganan darurat, tetapi juga perbaikan infrastruktur, pemulihan ekonomi lokal, dan penyesuaian kebijakan pembangunan berbasis mitigasi bencana.
Dengan sektor pariwisata sebagai tulang punggung ekonomi Bali, upaya pemulihan harus mencakup jaminan keamanan bagi wisatawan, pembangunan ulang infrastruktur wisata, serta edukasi dan kesiapsiagaan bencana untuk seluruh lapisan masyarakat.
Baca juga: Banjir di Bali, Kemensos Kirim Bantuan Logistik dan Dirikan Dapur Umum
Editor: Redaksi TVRINews