
Batu Bicara, Gagasan Kreatif Mahasiswa MBK di BPK VI Perkenalkan Warisan Budaya
Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews, Jakarta
Sejak September-Desember 2024, Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI atau yang disingkat BPK Wilayah VI dengan wilayah kerja Sumatra Selatan, menerima 14 mahasiswa Magang Bersertifkat Kebudayaan (MBK).
Penempatan seluruh mahasiswa magang ini merupakan keputusan Direktorat Pelindungan Kebudayaan selaku mitra dari program tersebut.
Peserta magang, atau yang disebut mentee, berasal dari berbagai universitas di Indonesia, yakni Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, Universitas Pendidikan Indonesia, Universitas Udayana, Universitas Jenderal Soedirman, Universitas Jambi, Universitas Sriwijaya, Universitas Andalas, dan Universitas PGRI Palembang.
Magang Bersertifkat Kebudayaan adalah program magang bagi mahasiswa semester 5 atau 7 dari program studi D4/S1 di perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Kemendikbudristek.
Melalui program ini, mahasiswa di BPK Wilayah VI diberi tugas sebagai asisten pendataan cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan.
Melalui tugas yang diberikan, mahasiswa berkesempatan untuk dapat menerapkan ilmu yang diperoleh di bangku perkuliahan.
Selain itu, tugas-tugas yang diberikan juga dapat menjadi bekal bagi mahasiswa untuk menemukan topik pada tugas akhir, hingga bekal pengalaman untuk melakukan upaya pelestarian warisan budaya di masa yang akan datang.
Dalam program MBK di BPK Wilayah VI, para mahasiswa atau mentee dibimbing untuk memahami data kebudayaan di Sumatra Selatan.
Pembelajaran dilakukan dengan memanfaatkan Data Pokok Kebudayaan (Dapobud) dan data internal yang dimiliki oleh BPK Wilayah VI.
Setelah melihat data, mentee diberikan bekal untuk memahami kondisi data, kemudian menganalisa kebutuhan data atau informasi sebagai proses penyempurnaan Data Pokok Kebudayaan.
Mentee diberi bekal pengenalan tahapan pendataan baik Cagar Budaya maupun Objek Pemajuan Kebudayaan.
Dasar pengetahuan yang diberikan berupa prosedur pengambilan data, pengenalan dan penggunaan peralatan pendukung pendataan, metode pencarian data melalui literatur maupun narasumber langsung, serta etika komunikasi dengan narasumber.
Pemahaman ini merupakan bekal yang dimiliki oleh peserta magang sebelum praktik melakukan pendataan di lapangan.
Ilmu yang diperoleh peserta magang terkait pendataan cagar budaya dan objek pemajuan kebudayaan diterapkan secara langsung di lapangan.
Selama tiga pekan, mahasiswa dibagi menjadi dua kelompok untuk melakukan pendataan warisan budaya di Kota Pagaralam dan Kabupaten Lahat.
Pendataan dilakukan bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan masing-masing daerah, komunitas pemerhati budaya, dan masyarakat sekitar.
Selama tiga pekan, peserta magang memperoleh pengalaman melakukan pendataan tinggalan megalitik seperti arca, kubur batu, hingga tetralith.
Selain itu, perserta magang juga melakukan pendataan pada bangunan kolonial untuk memperkaya pengalaman di lapangan.
Pada objek pemajuan kebudayaan, pendataan dilakukan pada ragam kategori warisan budaya. Seni tari, makanan tradisional, manuskrip, hingga teknologi dalam bangunan tradisional turut didata untuk merekam kekayaan warisan budaya di Sumatra Selatan.
Hasil pendataan ini coba dikemas oleh peserta magang agar dapat dibaca oleh masyarakat luas untuk semua kelompok umur. Berbekal banyaknya data yang berhasil terkumpul, maka timbul gagasan kreatif untuk membuat majalah "batu bicara".
Konsep yang ditawarkan dalam majalah ini tergolong unik. Data terkait arca manusia yang terkumpul coba divisualisasikan melalui tokoh "Si Pase". Kata Pase diambil dari kata Pasemah, suku yang mendiami wilayah Lahat dan Pagaralam.
Gambaran yang ditampilkan merupakan representasi dari arca manusia yang banyak menggunakan ragam perhiasan di tangan, kaki, dan penutup kepala.
Selain "Si Pase", adapula gambaran kerbau dan gajah yang direpresentasikan dalam sosok "Bou" dan "Mou". Kedua hewan memang ditemukan sebagai bagian tak terpisahkan dari beberapa arca yang tersebar di Lahat dan Pagaralam.
Dalam karya ini, cerita tentang tinggalan megalitik atau batu besar disampaikan melalui perpaduan tulisan, foto, dan gambar. Pendekatan penulisan populer digunakan agar materi yang disampaikan mudah dipahami.
Selain itu, terdapat peta dan permainan tebak kata sebagai daya tarik bagi anak-anak.
Pembuatan majalah ini mendapatkan apresiasi dari Kepala Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah VI Kristanto Januardi.
Menurut Kristanto, gagasan ini ada wujud kreativitas yang membuktikan bahwa banyak cara untuk memperkenalkan warisan budaya dengan cara kekinian.
Melalui gagasan ini, peserta MBK di BPK Wilayah VI juga memperoleh penghargaan sebagai salah satu alih wahana terbaik di antara peserta magang lainnya di Indonesia.
"Kita harapkan akan semakin banyak generasi muda yang peduli dengan warisan budaya dan berupaya untuk melakukan pelestarian warisan budaya dengan cara-cara yang kreatif. Langkah kreatif dibutuhkan untuk menjangkau generasi muda dalam upaya penyebarluasan informasi terkait warisan budaya," kata Kristanto.
Menurut Kristanto, program MBK adalah wadah bagi para mahasiswa untuk melahirkan ragam kreativitas.
Selain penerapan ilmu, program ini telah dimanfaatkan oleh peserta magang untuk menjalin relasi dan mengasah nalar kritis dalam memahami kebudayaan.
Peserta MBK dari Universitas Udayana, Bismatara Anggara Putra mengatakan, melalui program MBK, banyak pengalaman yang diperoleh dalam ragam hal.
Selama sekitar empat bulan, berbagai pengetahuan baru terkait kebudayaan juga berhasil diperoleh.
"Bimbingan dari mentor sangat membantu saya dalam memahami kebudayaan di Indonesia, khususnya Sumatra Selatan. Banyak kebudayaan baru yang saja pelajari dan melalui program ini saya jadi lebih memahami kekayaan budaya yang dimiliki oleh Indonesia," kata Bisma.
Menurut Bisma, diharapkan program MBK dapat terus dilaksanakan dengan fokus yang lebih luas. Selain pendataan, kajian kebudayaan diharapkan juga dilakukan untuk menggali kekayaan budaya di Indonesia.
Editor: Redaktur TVRINews