
Novita Desak Evaluasi Anggaran Ekraf dan UMKM di RKAKL 2026
Penulis: Alfin
TVRINews, Jakarta
Anggota Komisi VII DPR RI, Novita Hardini, mendesak pemerintah untuk memperbaiki alokasi anggaran bagi sektor ekonomi kreatif (ekraf) dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Ia menilai anggaran yang selama ini disusun masih belum menyentuh kebutuhan nyata masyarakat di lapangan.
“Banyak program yang terlihat besar di atas kertas, namun di lapangan tidak menjawab persoalan riil masyarakat. Jangan sampai hanya menambah bangunan, tetapi tidak ada nyawa dalam pengelolaannya,” kata Novita dalam rapat kerja bersama Menteri UMKM dan Menteri Ekraf/Bekraf di DPR RI, Kamis, 4 September 2025.
Ia meminta rancangan kerja anggaran kementerian/lembaga (RKAKL) tahun 2026 tidak hanya fokus pada pembangunan fisik. Menurutnya, perhatian perlu diarahkan pada penguatan ekosistem digital dan keberlanjutan UMKM agar mampu bertahan dan berkembang.
Politisi dari Trenggalek ini juga menyoroti persoalan royalti dalam industri kreatif. Ia menyebut pengelolaan royalti masih lemah, terutama untuk pelaku musik, film, dan industri game.
“Kreator kita masih kesulitan mendapatkan hak ekonomi yang layak. Ini PR besar, karena digitalisasi tanpa regulasi yang jelas hanya akan membuat mereka terus dirugikan,” tegas Novita.
Ia menekankan, publisher digital harus masuk dalam struktur anggaran agar royalti bisa diukur dan pelaku ekraf mendapat perlindungan ekonomi yang adil.
Lebih lanjut, Novita menyoroti lemahnya dukungan pada industri perfilman nasional. Ia menyatakan bahwa film yang mengangkat budaya lokal dan destinasi wisata harus mendapat dukungan lebih karena berperan penting dalam promosi pariwisata dan diplomasi budaya.
Dalam sektor UMKM, Novita mengkritik kondisi Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil Menengah (PLUT-KUMKM) di sejumlah daerah yang hanya menjadi bangunan kosong. Menurutnya, tanpa pengawasan dan pendampingan yang jelas, fasilitas itu tidak akan memberi dampak.
Ia juga menekankan pentingnya kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, terutama dalam pemenuhan kebutuhan dasar seperti listrik dan akses digital bagi pelaku usaha kecil.
“Di lapangan, potongan e-commerce terhadap UMKM bisa mencapai 15%. Padahal aturan FAQ hanya menetapkan 8%. Ini jelas merugikan dan harus segera dievaluasi,” ujarnya, mengkritik praktik yang merugikan pelaku UMKM di platform digital.
Novita menegaskan, keberhasilan anggaran tidak bisa diukur hanya dari serapan dana, tetapi dari efektivitas dan dampak program di masyarakat.
“Anggaran itu harus hadir untuk rakyat, bukan sekadar laporan. RKAKL 2026 harus menjawab tantangan riil, dari royalti kreator digital, perfilman budaya, hingga UMKM yang benar-benar hidup dan berdaya saing,” tutupnya.
Editor: Redaktur TVRINews