
Cegah Kekerasan di Dunia Kedokteran, Pemerintah Luncurkan Aturan Baru
Penulis: Lidya Thalia.S
TVRINews, Jakarta
Lingkungan pendidikan tinggi kedokteran di Indonesia kini memiliki payung hukum yang jelas untuk mencegah dan menangani berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan seksual dan perundungan (bullying).
Hal ini seiring dengan disahkannya Peraturan Dignitris Sektor Nomor 55 Tahun 2024, yang berlaku di seluruh institusi pendidikan tinggi, termasuk program pendidikan dokter spesialis (PPDS).
Penegasan ini disampaikan dalam sebuah diskusi yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Kementerian Kesehatan RI, Azhar Jaya, pada Senin, 21 April 2025, di Gedung Adhiyatma, Kemenkes RI, Kuningan, Jakarta Selatan.
Baca Juga: Polisi Tangkap Dokter Gigi di UI Terkait Kasus Pornografi
"Kami memiliki semangat untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang bebas dari kekerasan, tidak hanya di program pendidikan spesialis dokter, tetapi di seluruh lingkungan pendidikan tinggi," ujar Azhar dalam konferensi pers tersebut.
Azhar juga menekankan bahwa setiap kampus kini telah memiliki Satuan Tugas Pencegahan Kekerasan Seksual (Satgas PKS).
Satgas ini berfungsi sebagai wadah pelaporan yang dapat dimanfaatkan oleh mahasiswa dan residen jika mengalami tindakan kekerasan atau pelanggaran etika.
Senada dengan hal tersebut, Direktur Utama RS Hasan Sadikin (RSHS) menyampaikan bahwa rumah sakit pendidikan juga telah menyelaraskan kebijakan internal mereka dengan peraturan nasional.
Beberapa langkah nyata yang telah diterapkan antara lain adalah:
- Keharusan adanya dua orang saat melakukan visit pasien
- Pengaturan jam kerja dokter asisten (BPJP) sesuai regulasi
- Penekanan peran dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) senior dalam pembimbingan dan pengawasan residen
Lebih jauh, sistem pengawasan terhadap residen dan pendidik juga diperketat. Perwakilan dari Kolegium Kedokteran menjelaskan bahwa setiap dokter kini diwajibkan memiliki logbook yang mencatat kompetensi, prestasi, hingga potensi masalah, termasuk indikasi bullying.
Data ini akan menjadi bagian dari pertimbangan saat proses perizinan Surat Izin Praktik (SIP) dan Surat Tanda Registrasi (STR), dan dapat diakses oleh Dinas Kesehatan.
"Jadi pengawasannya sudah bisa dan sangat terbuka sekali, dan tentu saja hanya bisa diakses oleh stakeholder," jelas perwakilan Kolegium.
Selain itu, sistem informasi sumber daya manusia (SDM) kesehatan akan diintegrasikan dalam platform Satu Sehat dan sistem perizinan pemerintah daerah. Jika terdapat catatan merah dalam sistem, Dinas Kesehatan dapat langsung menindaklanjuti.
Skrining kesehatan jiwa juga menjadi perhatian penting. Selain skrining saat seleksi masuk PPDS, akan dilakukan skrining berkala minimal satu kali dalam setahun selama masa pendidikan.
Skrining ini juga berlaku untuk pendidik klinis dan tenaga kesehatan lainnya di rumah sakit.
Menanggapi sejumlah kasus kekerasan yang mencuat ke publik, perwakilan dari organisasi profesi kedokteran MNDP menyatakan keprihatinannya.
Ia meminta media untuk memberitakan secara proporsional dan menekankan bahwa sebagian besar dokter bekerja secara profesional dan bertanggung jawab.
"MNKS menyadari hal ini dan kita melihat akhir-akhir ini mulai terbuka karena selama ini sistemnya tidak transparan," ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa dengan regulasi baru, tindakan tegas akan diberikan kepada oknum yang melanggar, dan catatan tersebut akan masuk dalam rekam jejak profesional mereka.
Sebagai penutup, perwakilan forum dekanat fakultas kedokteran mengajak semua pihak melihat persoalan ini sebagai peluang untuk melakukan perbaikan bersama.
"Marilah kita lihat ini sebagai awal untuk bersama-sama memperbaiki, sama-sama membalikkan keadaan," ajaknya.
Ia juga mengingatkan kembali tentang keberadaan Satgas anti kekerasan di setiap kampus sebagai wadah pelaporan dan perbaikan.
Dengan regulasi dan sistem pengawasan yang lebih ketat ini, diharapkan lingkungan pendidikan tinggi kedokteran di Indonesia dapat menjadi ruang yang aman, adil, dan kondusif bagi seluruh civitas akademika, sekaligus menjaga integritas profesi kedokteran.
Editor: Redaktur TVRINews