
Ditjen Keuda Kemendagri: Pinjaman Infrastruktur Daerah Harus Diawasi dan Dievaluasi
Penulis: Alfin
TVRINews, Jakarta
Kementerian Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah (Ditjen Keuda) mendorong pertumbuhan ekonomi di tingkat daerah melalui percepatan penyediaan pembiayaan infrastruktur berbasis pinjaman daerah. Strategi ini merupakan bagian dari pelaksanaan kebijakan fiskal nasional yang dilakukan melalui penugasan kepada PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) atau PT SMI.
Hal ini disampaikan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah, Agus Fatoni, dalam Rapat Koordinasi Skema Pembiayaan Kreatif di Graha Swala, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu, 24 September 2025.
Fatoni menjelaskan, penyediaan pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk Pinjaman Tunai dan/atau Pinjaman Kegiatan melalui PT SMI, sesuai penugasan Menteri Keuangan. Landasan hukum pelaksanaan program ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD), serta Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2024 tentang Harmonisasi Kebijakan Fiskal Nasional.
“Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 didesain untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan kesejahteraan. Melalui UU ini, diharapkan akan mewujudkan alokasi sumber daya nasional yang efisien dan efektif dengan menciptakan HKPD yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan,” ujar Fatoni.
Ia menambahkan bahwa pinjaman daerah dapat bersumber dari pemerintah pusat dan/atau PT SMI, termasuk pinjaman dengan jangka waktu melebihi sisa masa jabatan kepala daerah. Karena itu, persetujuan pinjaman semacam ini harus melalui pertimbangan dari tiga kementerian: Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional.
Fatoni menjelaskan, pinjaman yang dikelola PT SMI berasal dari berbagai sumber, di antaranya ekuitas perusahaan seperti Penyertaan Modal Negara (PMN) serta kegiatan fund raising seperti pinjaman dari pemerintah, lembaga keuangan, penerbitan surat berharga, dan pembiayaan lain.
“Disepakati bahwa yang termasuk dalam pinjaman yang bersumber dari pemerintah adalah pinjaman yang dananya dianggarkan pada APBN dan dialokasikan untuk penyediaan pinjaman kepada pemerintah daerah,” ungkapnya.
Meskipun mendorong pinjaman untuk percepatan pembangunan, Fatoni menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian, terutama untuk pinjaman yang jatuh tempo melewati masa jabatan kepala daerah.
“Perlunya kehati-hatian terhadap pinjaman daerah yang melewati masa jabatan kepala daerah, dikarenakan akan membebani kepala daerah yang baru,” ujarnya.
Ia menegaskan pentingnya pemantauan berkala oleh semua pihak terkait agar proyek infrastruktur berjalan sesuai rencana, dan kewajiban pembayaran pinjaman dapat diselesaikan oleh pemerintah daerah tanpa membebani keuangan negara.
“Terhadap pinjaman yang telah disetujui, dapat dilakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala oleh para pihak, baik secara bersama-sama maupun terpisah, untuk memastikan proyek pembangunan berjalan sesuai rencana dan tidak menjadi beban pemerintah pusat,” tutup Fatoni.
Editor: Redaktur TVRINews