Penulis: Nisa Alfiani
TVRINews, Jakarta
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menanggapi soal dugaan kepentingan politik dalam kebijakan ekspor pasir laut yang dibuka kembali tahun ini. Adapun pemerintah menghentikan ekspor pasir laut sejak 2002, namun Jokowi telah membukannya kembali melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Dalam Kebijakan Hukum yang diundangkan pada 15 Mei 2023 itu, disebutkan bahwa pemanfaatkan pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan ekspor.
"Soal kepentingan pendanaan sejumlah kelompok usaha di Pemilu 2024, akan terjawab pada perizinan-perizinan yang akan aktif melakukan aktivitas ini," kata Direktur Eksekutif Daerah Walhi Riau Boy Jerry Even Sembiring saat dihubungi oleh tvrinews.com pada Senin, 29 Mei 2023.
Baca juga : Kaltim Gelar Kejurnas Open Tournament Gulat
Jika belajar dari pengalaman Pemilu sebelumnya, Boy mengatakan bahwa terdapat lonjakan kenaikan jumlah izin hutan dan kebun di tahun-tahun politik. Dan kali ini, ia menilai Jokowi telah memperlihatkan kebijakan serupa.
Seperti yang telah diketahui, untuk pelarangan ekspor pasir laut pada 2002 yang berlandaskan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Perindustrian dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan dan menteri Negara Lingkungan Hidup dengan SKB Nomor 89/MPP/Kep/2/2002, Nomor SKB.07/MEN/2/2002, dan Nomor 01/MENLH/2/2002 tentang Penghentian Sementara Ekspor Pasir Laut.
Saat itu, pemerintah memutuskan untuk melarang ekspor pasir laut lantaran telah terjadi kerusakan ekosistem wilayah pesisir akibat pengerukan yang ugal-ugalan saat itu. Keputusan itu juga disebabkan terjadi kerusakan lingkungan berupa tenggelamnya pulau-pulau kecil, khususnya di sekitar daerah terluar dari batas wilayah Indonesia di Kepulauan Riau.
Khusus Riau, menurut Boy, keputusan Jokowi dalam membuka kembali ekspor pasir laut jelas bertentangan permintaan nelayan tradisional. Sebab, kebijakan itu akan mengganggu aktivitas mereka.
Boy memberi contohnya kasus di Pulau Rupat. Pada April 2022, nelayan Pulau Rupat bersurat kepada Presiden Jokowi untuk minta penghentian dan pencabutan izin tambang. "Bukan menjawab permintaan nelayan, Jokowi malah menjawab permintaan pasar dan kelompok usaha," tuturnya.
Baca juga : Indonesia Tuan Rumah Sidang AIPACODD ke-6, Angkat Tema Kawasan ASEAN Bebas Narkoba
Editor: Redaktur TVRINews
