Penulis: Alfin
TVRINews, Makassar
Pengaruh kolonial Belanda terhadap arsitektur di Hindia Belanda, yang kini menjadi Indonesia, sangat signifikan. Gaya arsitektur, teknik bangunan, dan penggunaan bangunan dipengaruhi oleh Belanda, yang meninggalkan warisan infrastruktur dan bangunan kaya selama masa penjajahan. Mereka membangun rumah, gereja, perkantoran, dan bangunan umum lainnya dengan tata kota dan arsitektur yang dipadukan dengan kondisi lingkungan, iklim, dan budaya setempat.
Bangunan warisan kolonial ini mengadopsi gaya neo-klasik, terinspirasi dari arsitektur Yunani dan Romawi. Ada tiga jenis utama arsitektur kolonial Belanda di Indonesia: Arsitektur Indische Empire Style, Arsitektur Kolonial Transisi, dan Arsitektur Kolonial Modern (Sumber: Handinoto, 2008).
Salah satu bangunan kolonial yang masih berfungsi sebagai "living monument" adalah bangunan di Jl. Dr. Soetomo, yang menjadi sekretariat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Makassar Sanctus Albertus Magnus.
Tim pendaftaran cagar budaya dari Dinas Kebudayaan Kota Makassar baru-baru ini melakukan pendataan terhadap bangunan ini. Bangunan ini memiliki nilai historis dan budaya tinggi, menjadikannya sumber informasi penting tentang sejarah Indonesia, khususnya di Kota Makassar.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Makassar, Dawita Rama, mengapresiasi upaya Dinas Kebudayaan Kota Makassar.
"Terima kasih kepada Dinas Kebudayaan Kota Makassar, Bidang Cagar Budaya, yang telah datang ke tempat sekret kami untuk melihat langsung kondisi bangunan. Bangunan ini digadang-gadang termasuk dalam objek yang diduga cagar budaya. Harapan kami, semoga dengan adanya pendataan ini, bangunan tersebut dapat ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya yang bernilai pembelajaran sejarah dan bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat," ucap Dawita.
Kepala Dinas Kebudayaan Kota Makassar, Andi Herfida Attas, juga memberikan apresiasi kepada tim pendaftaran cagar budaya yang dipimpin oleh Haryanti Ramli.
"Saya sangat mengapresiasi kerja keras dan dedikasi dari tim pendaftaran cagar budaya di bawah kepemimpinan Ibu Hj. Haryanti Ramli. Upaya mereka dalam mendata dan melestarikan bangunan bersejarah di Kota Makassar tidak hanya penting untuk menjaga warisan budaya kita, tetapi juga memastikan bahwa sejarah kota ini tetap hidup dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang. Kerja mereka adalah fondasi bagi masa depan pelestarian budaya di kota kita," ujarnya.
Andi Herfida Attas menambahkan bahwa kolaborasi dan komitmen tim ini menjadi contoh baik dalam pelestarian budaya.
"Dengan semangat yang mereka tunjukkan, saya yakin kita akan mampu menjaga dan melestarikan lebih banyak lagi bangunan dan situs bersejarah yang ada di Makassar," tambah Andi Herfida Attas.
Langkah Dinas Kebudayaan Kota Makassar dalam mendata dan memelihara bangunan kolonial ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan budaya. Dengan menjaga dan melestarikan bangunan-bangunan ini, tidak hanya sejarah yang tetap hidup, tetapi juga identitas Kota Makassar sebagai bagian dari perjalanan panjang sejarah Indonesia.
Editor: Redaktur TVRINews
