
DPR Soroti Nasib Tenaga Administratif di Tengah Kenaikan Insentif Guru
Penulis: Redaksi TVRINews
TVRINews, Jakarta
Ketua Komisi VII DPR RI, Saleh Partaonan Daulay, menyebut kenaikan insentif guru honorer sebesar Rp100 ribu per bulan mulai 2026 sebagai kabar baik bagi dunia pendidikan. Dengan tambahan tersebut, insentif guru honorer yang sebelumnya Rp300 ribu per bulan akan meningkat menjadi Rp400 ribu per bulan efektif per 1 Januari 2026.
Menurut Saleh, meski nominal kenaikan terlihat kecil secara individu, dampaknya sangat besar jika dilihat secara nasional. Berdasarkan data, jumlah guru honorer di Indonesia mencapai sekitar 2,6 juta orang atau 56 persen dari total 3,7 juta guru.
“Jika masing-masing guru honorer menerima tambahan Rp100 ribu per bulan, maka total anggaran yang dikeluarkan Kemendikdasmen mencapai sekitar Rp3,12 triliun per tahun,”kata Saleh dalam keterangan tertulis, Sabtu, 27 Desember 2025.
Ia menilai kebijakan tersebut patut diapresiasi karena setidaknya membantu guru honorer memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari. Namun, Saleh menegaskan bahwa peningkatan ini belum ideal dan masih perlu ditingkatkan di masa mendatang.
“Guru honorer tentu bersyukur, tetapi Kemendikdasmen tetap harus bekerja lebih keras agar kesejahteraan mereka bisa lebih baik lagi,”ungkapnya.
Di sisi lain, Saleh menyoroti adanya kelompok lain di lingkungan pendidikan yang belum tersentuh kebijakan afirmatif, yakni tenaga administratif sekolah. Menurutnya, hampir seluruh sekolah mempekerjakan tenaga administrasi dengan beban kerja yang tidak kalah berat dari guru.
“Mereka bekerja penuh waktu, mengurus administrasi kelas, absensi, sarana prasarana, dana BOS, hingga laporan pertanggungjawaban. Bahkan jika terjadi kesalahan administrasi, merekalah yang pertama kali diperiksa,” jelasnya.
Selain itu, tenaga administratif juga kerap berhadapan langsung dengan persoalan pembayaran SPP siswa yang sangat menentukan kelangsungan operasional sekolah. Namun, hingga kini, kelompok ini nyaris tidak mendapatkan perhatian dalam kebijakan peningkatan kesejahteraan.
Berbeda dengan guru yang masih memiliki peluang memperoleh tunjangan sertifikasi, tenaga administratif pendidikan tidak memiliki skema serupa. Akibatnya, dalam berbagai pembahasan kesejahteraan pendidikan, peran mereka kerap terabaikan.
“Padahal tanpa tenaga administratif, proses belajar mengajar akan sangat terganggu. Mereka juga punya tanggung jawab keluarga yang sama beratnya dengan guru,”ucapnya.
Ia mengungkapkan, minimnya perhatian membuat sebagian tenaga administratif di daerah mencoba mencari celah dengan mengajukan tunjangan sertifikasi, meskipun tidak sesuai ketentuan. Kondisi ini menempatkan pihak sekolah pada posisi dilematis antara kebutuhan operasional dan kepatuhan terhadap aturan.
Dalam konteks tersebut, Saleh mendorong Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) untuk mengambil peran lebih aktif dalam memberdayakan tenaga administratif pendidikan.
“Mereka adalah pejuang pendidikan yang selama ini bekerja dalam senyap. Sudah saatnya pemerintah memberikan tambahan honor, insentif, atau bentuk dukungan lain yang nyata,” tegasnya.
Ia menilai salah satu langkah konkret yang dapat segera dilakukan adalah membuka ruang pemanfaatan dana BOS secara lebih fleksibel untuk mendukung kesejahteraan tenaga administratif.
“Kalau memang peduli, tidak perlu berbelit-belit. Narasinya boleh sederhana, tetapi dampaknya harus benar-benar dirasakan,” pungkas Saleh.
Editor: Redaktur TVRINews
