
Upaya Pemerintah dalam Penanggulangan TBC, Kemenko PMK Sampaikan Target 2024 Hingga Rumah Singgah
Penulis: Krisafika Taraisya Subagio
TVRINews, Jakarta
Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), Budiono Subambang menyampaikan langkah-langkah strategis pemerintah dalam menanggulangi Tuberkulosis (TBC) di Indonesia. Berdasarkan Peraturan Presiden No. 67 Tahun 2021, pemerintah telah mengintensifkan upaya penanganan TBC, yang kini menjadi beban kedua tertinggi di dunia.
"Pada tahun 2023, estimasi kasus baru TBC meningkat signifikan dari 969.000 kasus pada tahun 2022 menjadi 1.060.000 kasus. Dari jumlah tersebut, 77% telah berhasil ditemukan, dengan 84% kasus telah diobati dan tingkat keberhasilan pengobatan mencapai 85%," kata Budiono dalam acara Deputy Meet The Press di kantor Kemenko PMK, Jakarta, Senin, 20 Mei 2024.
Dalam upaya memperkuat penanggulangan TBC, pemerintah menargetkan beberapa pencapaian penting untuk tahun 2024, yang diantaranya pertama terkait notifikasi kasus capai 90%. Kedua, inisiasi pengobatan TBC sensitif obat (SO) capai 100%, sedangkan inisiasi pengobatan TBC resisten obat (RO) capai 90%. Terakhir terkait keberhasilan pengobatan TBC SO capai 90%, dan keberhasilan pengobatan TBC RO capai 80%.
Selanjutnya, Budiono juga menjelaskan sejumlah langkah strategis telah diluncurkan, termasuk penerbitan Buku Pedoman Kemitraan Percepatan Penanggulangan TBC dan Buku Aksi Proteksi.
"Kementerian Kesehatan (Kemenkes) juga sedang menyusun kebijakan terkait rumah singgah dan rumah tetirah (sanatorium). Serta, Kemenkes akan merealisasikan rumah tetirah di RS yang sudah disiapkan (RSPG Cisarua)," ujar Budiono.
Lebih lanjut, melalui Asisten Deputi Pengendalian dan Penanggulangan Penyakit, Nancy Dian Anggraeni menyampaikan konsep rumah singgah awalnya ditujukan bagi pasien TBC resisten obat yang memerlukan pengobatan intensif hingga 9 bulan. Namun, meski pengobatan TBC telah berkembang menjadi lebih mudah, rumah singgah tetap diperlukan, terutama di daerah yang jauh dari fasilitas kesehatan yang mampu menangani TBC resisten obat.
"Kami mendorong agar daerah-daerah mendirikan rumah singgah, terutama di tempat-tempat yang dulu digunakan sebagai ruang isolasi COVID-19. Ini untuk mengatasi masalah penularan TBC dalam rumah tangga yang padat, seperti yang pernah kami temui di DKI Jakarta, di mana satu rumah diisi 11 orang dengan 3 di antaranya positif TBC," ucap Nancy.
Nancy juga tidak lupa menyebutkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) saat ini sedang menyusun kebijakan dan regulasi untuk mendukung pelaksanaan dan pendanaan rumah singgah ini. Sementara itu, rumah singgah yang didukung oleh mitra-mitra terus berjalan untuk membantu pasien TBC mendapatkan perawatan yang diperlukan.
Editor: Redaktur TVRINews