Penulis: Fityan
TVRINews – Banyuasin, Sumatera Selatan
Dulu dipandang sebelah mata, kini laos dari Merah Mata jadi komoditas andalan Banyuasin dan menembus pasar luar pulau.
Di bawah terik Matahari dan harum rempah dari hamparan batang lengkuas, sebuah desa bernama Merah Mata diam-diam sedang menanam harapan dalam bentuk rempah: laos. Dulu, tanaman ini hanya dianggap pelengkap dapur. Tapi kini, ia menjelma menjadi denyut ekonomi bagi ribuan jiwa.
Desa Merah Mata, yang terletak di Kecamatan Banyuasin I dan berbatasan langsung dengan Kota Palembang, bukanlah nama yang sering muncul dalam peta pertanian nasional. Tapi sejak lahan-lahan tidur mulai digarap menjadi kebun laos, desa ini mulai mencuri perhatian.
Hampir 90 hektare lahan kini ditanami laos, menyebar dari dusun ke dusun. Di Dusun 3 dan Dusun 6, budidaya ini bahkan menjadi sentral aktivitas warga. Tak hanya di ladang, tanaman lengkuas ini juga tumbuh di pekarangan rumah, di pot-pot kecil, bahkan di sela-sela jalan desa. Merah Mata kini akrab disebut: Kampung Laos.
Semua bermula dari langkah kecil seorang petani biasa,Paidin. Bertahun-tahun lalu, ia menanam laos ketika orang lain mencibir. “Dulu, jangankan beli beras, untuk bertahan hidup saja susah. Tapi sekarang, alhamdulillah, saya bisa bantu tetangga yang butuh bibit,” ujarnya sembari mengusap tangan yang kasar karena tanah kepada tim medsos TVRI Nasional.
Baca Juga: Program MBG Bantu Siswa SMPN 1 Ndona yang Tidak Sempat Sarapan
Paidin bukan satu-satunya. Kini, lebih dari 2.300 kepala keluarga ikut menggantungkan hidupnya dari kebun laos yang membentang hingga 650 hektare. Di sela kerja keras para lelaki di kebun, para ibu rumah tangga seperti Ibu Siti mengambil bagian penting: membersihkan, memotong, dan mengolah laos sebelum dijual. “Dulu saya cuma bantu suami. Sekarang, saya bisa beli susu anak dan tetap menabung,” katanya dengan senyum tipis tapi penuh kebanggaan.
Laos dari Merah Mata kini tak lagi hanya dijual ke pasar tradisional. Ia sudah menjangkau kota-kota di Sumatera Selatan dan bahkan melintasi pulau. Satu desa kecil membuka gerbang distribusi rempah yang luas sebuah cerita yang mungkin terdengar sederhana, tapi dampaknya luar biasa.
Kepala Desa Seftian SIP, yang menjadi motor penggerak sejak awal, menuturkan bahwa perubahan ini bukan hanya soal peningkatan pendapatan, tapi juga tentang martabat. “Kami ingin warga percaya bahwa mereka bisa hidup dari tanah mereka sendiri.”
Namun, jalan belum sepenuhnya mulus. Infrastruktur masih jadi kendala. Akses menuju lahan-lahan laos masih sulit. “Kami harap ada perhatian dari pemerintah daerah, provinsi, bahkan pusat, termasuk perusahaan, agar jalan pertanian bisa diperbaiki,” harap Seftian.
Sementara itu Bupati Banyuasin Askolani menjelaskan, pengolahan dan pengembangan laos merah masih terbatas di Banyuasin. Masih dibudidayakan secara tradisional, seraya berharap kunjungan ketiga delegasi memberikan peluang pengembangan dan hilirisasi.
Kini, di tanah yang dulu hanya menghasilkan padi, laos tumbuh menjadi simbol ketahanan dan keyakinan. Sebuah cerita dari sudut kecil Sumatera Selatan, yang membuktikan bahwa perubahan besar bisa berawal dari satu tanaman kecil dan dari keberanian untuk percaya.
Editor: Redaktur TVRINews