
Foto: Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Bobby Adhityo Rizaldi.
Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Bobby Adhityo Rizaldi menilai Indonesia perlu segera membentuk Matra angkatan Siber TNI sebagai pilar keempat pertahanan negara.
Menurutnya, langkah ini penting untuk menghadapi potensi perang modern yang kini merambah ke ruang digital.
Pernyataan tersebut disampaikan Bobby saat sidang promosi doktoral di Universitas Pertahanan RI, Sentul, Bogor, Senin, 8 September 2025.
“Serangan siber terbukti mampu melumpuhkan sistem komando militer, sektor energi, hingga infrastruktur vital sebuah negara. Jika kita tidak menyiapkan matra siber yang kuat, kedaulatan dan keamanan nasional akan terus berada dalam risiko,” ujar Bobby dalam keterangannya, Selasa, 9 September 2025.
Disertasinya berjudul Pembentukan Matra Keempat TNI untuk Memperkuat Strategi Pertahanan Negara dalam Menghadapi Serangan dan Perang Siber.
Bobby menjelaskan bahwa Indonesia menghadapi ribuan serangan siber setiap hari. Berdasarkan data Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), hampir satu miliar anomali serangan siber tercatat pada 2022.
“Angka itu bukan statistik biasa, melainkan alarm keras bahwa ruang siber sudah menjadi medan perang baru,” katanya.
Ia merumuskan konsep pembentukan Matra Siber TNI dengan tiga pilar utama. Pertama, aspek kekuatan (force), dimulai dengan 100 personel ahli siber, pendidikan khusus, dan anggaran Rp 48 triliun untuk pembangunan enam tahun.
Kedua, lanjut Bobby, aspek gelar (organization/deployment), yaitu integrasi dalam struktur TNI dengan latihan gabungan siber tahunan. Ketiga, aspek kemampuan (capability), fokus pada deteksi dini, respon cepat, serta ketahanan menghadapi serangan malware, ransomware, maupun DDoS.
“Matra siber adalah kunci untuk menjamin kerahasiaan, integritas, dan ketersediaan informasi pertahanan. Inilah tameng digital bangsa di abad ke-21,” tegas mantan legislator Partai Golkar itu.
Bobby menekankan bahwa banyak negara sudah menempatkan siber sebagai domain perang resmi. NATO sejak 2016 mengakui cyberspace setara dengan darat, laut, dan udara. Singapura bahkan sudah membentuk Digital and Intelligence Service (DIS) sebagai matra keempat militernya.
Ia juga menawarkan model strategi pertahanan siber yang menggabungkan CIA triad (Confidentiality, Integrity, Availability), kerangka NIST, dan pendekatan Basic Acts of Reconnaissance (BAR).
Selain itu, ia mengajukan kerangka Sixware—meliputi brainware, hardware, firmware, software, infrastructureware, dan budgetware—sebagai fondasi pembangunan matra siber yang mandiri dan berkelanjutan.
“Pembentukan Matra Siber TNI bukan sekadar urusan militer, tetapi keputusan strategis negara. Ini harus berjalan beriringan dengan pembaruan regulasi, penguatan BSSN, dan kerja sama internasional," tuturnya.
"Senjata terkuat hari ini bisa berupa kode program. Karena itu, TNI harus memiliki matra siber sebagai garda terdepan menjaga kedaulatan digital Indonesia,” lanjut dia.
Baca juga: Kualitas Udara Jakarta Tak Sehat, Warga Diimbau Gunakan Masker
Editor: Redaksi TVRINews