
Tangkapan Layar YouTube TVR Parlemen
Penulis: Krisafika Taraisya Subagio
TVRINews, Jakarta
Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), menekankan pentingnya menempatkan kesejahteraan masyarakat sebagai fokus utama dalam revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Hal itu disampaikan JK dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis 11 September 2025.
JK menilai akar persoalan di Aceh bukan terletak pada penerapan syariah, melainkan ketidakadilan ekonomi yang dirasakan masyarakat. Padahal, provinsi di ujung barat Indonesia itu memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang melimpah, terutama minyak dan gas.
"Masalah di Aceh itu bukan syariah, tapi ketidakadilan ekonomi. Gas dan minyak dihasilkan luar biasa, tetapi masyarakat Aceh tidak memperoleh manfaat yang besar. Bahkan banyak tenaga kerja justru datang dari luar," ujarnya.
Menurutnya, revisi UU harus diarahkan untuk menciptakan keadilan dalam pengelolaan SDA agar masyarakat Aceh benar-benar merasakan hasilnya. Dengan begitu, perdamaian yang telah terbangun pasca-konflik dapat terjaga dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin kuat.
"Kalau keadilan bisa diwujudkan, perdamaian di Aceh akan tetap terjaga dan masyarakat semakin percaya pada pemerintah," ucapnya.
Rapat pembahasan revisi UU Pemerintahan Aceh dipimpin oleh Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, dan menghadirkan sejumlah tokoh penting, termasuk Hamid Awaluddin yang pernah menjadi ketua delegasi pemerintah RI dalam perundingan Helsinki.
Bob menjelaskan, revisi ini merupakan tindak lanjut atas sejumlah putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang membatalkan beberapa pasal dalam undang-undang tersebut.
Editor: Redaksi TVRINews