
Foto: Beras SPHP (dok. Bulog)
Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Kualitas beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang disalurkan pemerintah melalui Perum Bulog kerap dikeluhkan masyarakat karena dinilai cepat rusak. Persoalan itu kemungkinan terjadi saat penyimpanan di gudang Bulog, bukan saat produksi.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani menegaskan bahwa beras SPHP yang disalurkan sudah sesuai standar. Ia memastikan produk yang didistribusikan bersih, tidak berkutu, tidak berbau, dan berwarna normal.
Menurutnya, sejak tiba di gudang, beras langsung dipilah berdasarkan usia panen ke dalam lima kelompok, mulai dari 0–3 bulan hingga lebih dari satu tahun. Pengelolaan dilakukan dengan sistem 'First In First Out' (FIFO) agar penyaluran sesuai urutan masuknya beras.
“Sepanjang beras dipelihara dengan baik, InsyaAllah masa simpannya panjang,” kata Ahmad saat meninjau Gudang Bulog Kanwil DKI dan Banten, Jakarta Utara, dikutip Minggu, 7 September 2025.
Ia menjelaskan, Bulog melakukan pemeriksaan kualitas beras secara berkala dengan pemeliharaan harian, mingguan, dan bulanan. Jika ditemukan indikasi serangan hama, gudang akan melakukan fumigasi sebelum memastikan kembali kondisi beras aman disalurkan.
Selain itu, proses pengemasan dilakukan setelah beras melewati mesin penyaring yang memisahkan kerikil atau sisa potongan karung. Setiap kemasan dipastikan memiliki berat yang sama dan steril dari benda asing.
Ahmad juga mengungkapkan bahwa percepatan kerusakan beras terkadang terjadi karena faktor panen.
“Kadang ada beras baru yang cepat menguning karena panennya tidak kering sempurna, lalu dipaksa masuk pengering. Itu bisa membuat kualitas cepat turun,” jelasnya.
Bulog, kata Ahmad, menerapkan skala prioritas dalam menyalurkan stok dengan mempertimbangkan kondisi riil di lapangan. Saat ini, gudang Kanwil DKI dan Banten menyimpan dua jenis beras, yakni hasil serapan petani dalam negeri dan beras impor pengadaan 2024.
Setelah dikemas, beras SPHP didistribusikan melalui berbagai saluran, mulai dari pasar tradisional, koperasi, kementerian, TNI-Polri, outlet binaan BUMN, hingga ritel modern.
“Distribusi memang butuh waktu, tidak bisa langsung, sementara kebutuhan masyarakat besar. Kami pastikan penyaluran dilakukan masif dan sesuai prosedur,” tegas Ahmad.
Baca juga: OJK: Baki Debet Paylater Juli 2025 Capai Rp24 Triliun, Naik 33,56 Persen
Editor: Redaksi TVRINews