
Foto: Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Tri Winarno (dok. TVR Parlemen)
Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa Indonesia kini menjadi pemain dominan dalam pasar nikel global, menyuplai sekitar 65 persen dari total kebutuhan nikel dunia.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba), Tri Winarno, menjelaskan bahwa sebagian besar nikel yang disuplai Indonesia diolah menjadi stainless steel dan diekspor ke Tiongkok sebagai pasar utama.
“Untuk nikel sekarang ini hampir 65 persen dunia itu disuplai oleh Indonesia," kata Tri Winarno dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI di Gedung DPR, Jakarta.
Namun, meski mendominasi pasar global, Tri mengungkapkan bahwa harga nikel saat ini mengalami penurunan yang signifikan.
Diketahui, berdasarkan Harga Mineral Logam Acuan (HMA) Kementerian ESDM, harga nikel untuk Mei 2025 tercatat sebesar US$ 15.049,23 per dmt, turun dari harga pada bulan April 2025 yang mencapai US$ 16.126,33 per dmt.
“Nikel memang mengalami penurunan. Kalau dilihat dari sisi supply dan demand, memang terjadi kelebihan pasokan. Namun apakah ini murni karena over supply atau karena pengaruh perang dagang, hal ini masih perlu dikaji lebih lanjut,” ujar Tri.
Tri menambahkan bahwa penurunan harga nikel juga dipengaruhi oleh kondisi pelemahan industri di Tiongkok, yang menjadi pasar utama produk stainless steel Indonesia.
"Nah bisa jadi karena pasar market kita untuk stainless steel atau untuk nikel itu kan kebanyakan ke Cina ya,” ucapnya.
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, pada Januari hingga Februari 2025, harga batu bara tercatat turun 11,8 persen, minyak mentah Brent turun 5,2 persen, dan nikel turun 5,9 persen.
Untuk mengatasi penurunan harga ini, Kementerian ESDM telah menyiapkan sejumlah strategi untuk menjaga stabilitas harga serta keberlanjutan sektor mineral dan batu bara (minerba).
Salah satu langkah yang akan ditempuh adalah penyesuaian perencanaan produksi yang disesuaikan dengan kebutuhan nasional dan rencana ekspor.
Selain itu, Kementerian ESDM juga memastikan penerapan studi kelayakan (feasibility study) dan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) sebagai bagian dari persyaratan dalam proses persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB).
Editor: Redaktur TVRINews
