
Foto: Juru Bicara KPK Budi Prasetyo (TVRINews/Ridho Dwi Putranto)
Penulis: Ridho Dwi Putranto
TVRINews, Jakarta
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil enam orang saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama, Rabu, 28 Agustus 2024.
Juru bicara KPK, Budi Prasetyo mengatakan bahwa pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK.
"Salah satu saksi yang dijadwalkan hadir adalah Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus 2024, Jaja Jaelani," kata Budi kepada awak media, Kamis, 28 Agustus 2025.
Selain Jaja, kata Budi, saksi lain yang jua dipanggil diantaranya Ahmad Taufiq (Direktur PT Anugrah Citra Mulia), Rizky Fisa Abadi (mantan Kasubdit Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggaraan Haji Khusus periode Oktober 2022–November 2023).
"Kemudian, Ibnu Mas’ud (Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata), Fuad Hasan Mansyhur (Direktur Utama PT Makassar Toraja), dan M. Firman Taufi (Ketua Umum HIMPUH)," ujarnya.
Budi belum merinci materi pemeriksaan terhadap para saksi tersebut. Namun, mereka dimintai keterangan terkait dugaan tindak pidana korupsi penentuan kuota haji.
Terlebih, salah satu saksi yakni Fuad Hasan Mansyhur telah hadir memenuhi panggilan penyidik. Ia mengaku siap memberikan keterangan serta membawa sejumlah dokumen yang dibutuhkan.
“Insyaallah, sebagai masyarakat yang baik dan taat kami dipanggil, kami harus datang ya,” ujar Fuad.
Sebelumnya, KPK menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum kasus ini. Langkah itu diambil agar lembaga antirasuah dapat melakukan upaya paksa bila diperlukan.
Sprindik menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Kerugian negara akibat praktik dugaan korupsi ini disebut mencapai lebih dari Rp1 triliun. Angka tersebut masih bersifat sementara karena KPK masih berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Kasus bermula dari tambahan kuota 20.000 jemaah haji yang diberikan pemerintah Arab Saudi kepada Indonesia pada 2023. Kuota tersebut seharusnya dibagi 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
Namun, pembagiannya dilakukan 50:50, yang diduga menyalahi aturan dan menimbulkan kerugian negara.
Editor: Redaksi TVRINews