Penulis: Alfin
TVRINews, Trenggalek
Krisis iklim kini dirasakan langsung masyarakat Indonesia seiring meningkatnya bencana cuaca ekstrem di berbagai daerah. Kondisi tersebut menuntut langkah konkret dari daerah, terutama pada sektor yang paling memungkinkan ditangani secara cepat dan terukur.
Anggota DPR RI Komisi VII Fraksi PDI Perjuangan, Novita Hardini, menilai sektor pertanian menjadi kunci dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca di Kabupaten Trenggalek. Berdasarkan peta emisi daerah, sektor ini tercatat sebagai penyumbang terbesar akibat penggunaan pupuk kimia secara masif.
“Karena itu, tugas utama kita hari ini adalah menurunkan emisi gas rumah kaca secara nyata dan terukur, dimulai dari sektor yang paling mungkin ditangani di daerah, yaitu pengolahan limbah organik, misalnya limbah dari SPPG dan Dapur MBG,” tegas Novita Hardini, dalam keterangan yang diterima redaksi, Minggu, 21 Desember 2025.
Ia menyampaikan langkah tersebut sejalan dengan agenda strategis Presiden Prabowo Subianto yang menempatkan ketahanan pangan sebagai prioritas nasional pada 2026. Menurutnya, ketahanan pangan berkaitan erat dengan kesehatan tanah, air, dan ekosistem pertanian.
“Ketahanan pangan bukan hanya soal produksi beras atau jagung, tetapi soal bagaimana kita merawat sumber-sumber kehidupan agar pertanian tetap produktif untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Novita Hardini menilai pengolahan limbah organik mampu menjawab dua tantangan sekaligus, yakni penurunan emisi dan penguatan kemandirian pangan masyarakat.
“Dampaknya langsung pada penurunan emisi, sekaligus membuka peluang ekonomi baru bagi masyarakat,” tambahnya.
Legislator perempuan satu-satunya dari Daerah Pemilihan Jawa Timur VII ini mengungkapkan sektor pertanian menyumbang sekitar 40 persen emisi, terutama dari penggunaan pupuk kimia berbasis nitrogen (NPK) yang menghasilkan gas dinitrogen oksida atau N₂O, salah satu gas rumah kaca paling berbahaya.
Integrasi pupuk kimia dan pupuk organik hasil pengolahan sampah menjadi solusi yang ia dorong. Skema bauran pupuk dari 100 persen kimia menjadi 60 persen kimia dan 40 persen organik dinilai mampu menurunkan emisi secara signifikan, menjaga kesehatan tanah dan air, serta menciptakan sistem pertanian yang berkelanjutan dan tangguh.
Dalam konteks tersebut, Novita Hardini memperkenalkan Perempuan Sarinah (Selesaikan Sampah Organik dan Limbah) sebagai pendekatan pembangunan yang memandang krisis iklim sebagai peluang transformasi sosial dan ekonomi. Gerakan ini memadukan ketahanan pangan dan lingkungan, pemberdayaan perempuan, serta ekonomi hijau berbasis masyarakat.
“Orang lain melihat ini sebagai krisis, tapi Perempuan Sarinah melihat ini sebagai peluang,” katanya saat soft launching program Perempuan Sarinah, Minggu, 22 Desember 2025.
Sebagai Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten Trenggalek, Novita Hardini menekankan peran strategis perempuan sebagai garda terdepan dalam pengolahan limbah organik, produksi pupuk ramah lingkungan, hingga penguatan ekonomi keluarga dan desa. Pendekatan tersebut berkontribusi pada penurunan emisi sekaligus menciptakan lapangan kerja hijau.
Ia menyebut Trenggalek menjadi ruang bertemunya visi ketahanan pangan Prabowo Subianto dan ajaran Megawati Soekarnoputri tentang merawat pertiwi, yang diwujudkan melalui pelestarian lingkungan, penguatan kearifan lokal, serta pemberdayaan perempuan sebagai penjaga alam dan kehidupan.
“Ketika agenda lingkungan berjalan seiring dengan ekonomi rakyat, maka manfaatnya akan dirasakan langsung oleh masyarakat. Inilah arah pembangunan yang berkeadilan, berdaulat, dan berkelanjutan,” tutupnya.
Editor: Redaktur TVRINews
