
Konferensi Musik Indonesia Bahas Perlindungan dan Kesejahteraan Pekerja Industri Kreatif
Penulis: Ricardo Julio
TVRINews, Jakarta
Konferensi Musik Indonesia (KMI) yang diselenggarakan oleh Kementerian Kebudayaan di Hotel Sultan, Jakarta, kembali menghadirkan diskusi yang membahas berbagai isu dalam industri musik. Salah satu topik yang diangkat adalah perlindungan ketenagakerjaan bagi para pekerja industri kreatif dengan tema “Di Balik Panggung Musik: Hak, Pelindungan, dan Kesejahteraan.”
Diskusi ini menghadirkan Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, sebagai pembicara kunci, serta empat panelis: Asisten Deputi Bidang Kepesertaan Program Khusus BPJS, Eneng Siti Hasanah; perwakilan BPJS Ketenagakerjaan, Aulia; perwakilan Asosiasi Pertunjukan Indonesia (API) dan Life Production Indonesia (LPI), Ezar PD; serta perwakilan Backstagers Indonesia, Andro Rohmana.
Dalam pidato pembukaannya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyampaikan bahwa pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja di seluruh Indonesia melalui berbagai program, termasuk subsidi bagi pekerja serta jaminan kecelakaan kerja dan kematian.
“Hal ini menjadi aspirasi bersama lintas kementerian, seperti Kementerian Keuangan. Saat ini perjanjian antara pekerja dengan pemberi kerja sudah semakin baik. Kami juga akan memperluas subsidi iuran Jamsostek agar manfaatnya dapat dirasakan lebih luas,” ujar Yassierli.
Sesi selanjutnya diisi oleh paparan Eneng Siti Hasanah dari BPJS yang menegaskan bahwa jaminan keselamatan merupakan hak bagi seluruh pekerja, termasuk mereka yang bekerja di sektor kreatif. Menurutnya, perlindungan tenaga kerja adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM).
“Jaminan keselamatan adalah hal penting yang seharusnya didapatkan oleh semua pekerja. BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen untuk berperan aktif dalam pemberdayaan, perlindungan, dan pendidikan bagi seluruh pekerja,” tutur Eneng.
Ia menambahkan, penerapan perlindungan ketenagakerjaan di industri kreatif masih menghadapi sejumlah tantangan, seperti status kerja yang rentan, minimnya jaminan sosial, dan belum adanya standarisasi profesi. “Menjawab tantangan tersebut, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen menjamin kesejahteraan para pekerja di Indonesia. Hal ini sejalan dengan program Asta Cita untuk mewujudkan Indonesia yang adil, sejahtera, dan berkesinambungan,” tambahnya.
Perwakilan BPJS Ketenagakerjaan, Aulia, turut menjelaskan bahwa kesejahteraan pekerja kreatif merupakan bagian dari amanat konstitusi. Ia menyebut BPJS Ketenagakerjaan telah meluncurkan program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang kini juga menjangkau pekerja informal.
“Melalui transformasi SJSN, kini pekerja informal juga memiliki akses terhadap jaminan sosial,” jelas Aulia.
Sistem Jaminan Sosial Nasional sendiri bertujuan agar seluruh penduduk dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak, terutama ketika menghadapi risiko seperti sakit, kecelakaan kerja, kehilangan pekerjaan, atau memasuki masa pensiun.
Menanggapi paparan tersebut, perwakilan API dan LPI, Ezar PD, berbagi pengalaman di dunia industri kreatif. Ia menegaskan bahwa pekerja lepas atau *freelancer* juga berhak mendapatkan perlindungan dan kesejahteraan setara dengan pekerja tetap.
Hal senada disampaikan oleh perwakilan Backstagers Indonesia, Andro Rohmana. Ia menilai kesejahteraan pekerja industri kreatif memerlukan kolaborasi lintas instansi. Andro juga menekankan pentingnya sertifikasi kompetensi dan standarisasi profesi bagi para pekerja kreatif.
“Salah satu usulan kami adalah sertifikasi kompetensi bagi pekerja, terutama bagi yang memiliki risiko pekerjaan tinggi. Kita perlu melakukan *benchmarking* global agar bisa membawa pengetahuan itu ke Indonesia dan menyesuaikannya dengan kearifan lokal,” ujar Andro.
Diskusi ini menegaskan pentingnya peningkatan perlindungan dan kesejahteraan bagi para pekerja musik dan kreatif. Dengan sinergi antara pemerintah, pelaku industri, dan pekerja, ekosistem musik nasional diharapkan semakin profesional, adil, dan berkelanjutan.
Editor: Redaktur TVRINews