
Bendahara Umum Partai NasDem Ahmad Sahroni berjalan ke luar ruangan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (22/3/2024). ANTARA FOTO/Reno Esnir/tom/am.
Penulis: Litania Farah Maulidia Putri
TVRINews, Jakarta
Bendahara Umum Partai Nasdem sekaligus Anggota DPR RI, Ahmad Sahroni batal hadir dalam kasus lanjutan kasus dugaan gratifikasi dan pemerasan Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Meyer Simanjuntak menyampaikan bahwa Sahroni tidak dapat hadir lantaran ada kegiatan di Komisi III DPR RI.
“Hari ini untuk kepastiannya kami menunda pak Ahmad Sahroni, selain itu kami juga mendapat info dari staf pak Ahmad Sahroni kemarin siang bahwa memang pda hari ini juga di saat yang bersamaan pak Ahmad Sahroni ada kegiatan di komisi 3 DPR RI,” kata JPU KPK, Meyer Simanjuntak di depan ruang sidang Tipikor, Rabu, 29 Mei 2024.
Baca Juga: WHO: Peningkatan Konsumsi Rokok di RI Mengancam Generasi Muda
Lebih lanjut, Jaksa mengatakan bahwa pihaknya akan mendalami terlebih dahulu para saksi yang ada di berkas acara pemeriksaan (BAP). Sementara, Sahroni merupakan saksi diluar berkas perkara, sehingga dijadwalkan kembali pekan depan.
“Sehingga saya rasa itu bak gayung bersambut, ya, Yang Mulia menyampaikan untuk fokus saksi yang di berkas. Tetapi, Pak Ahmad Sahroni sendiri menyampaikan melalui stafnya yang juga melalui staf kami menyampaikan ada kegiatan,” ujar JPU KPK.
“Artinya Yang Mulia menyampaikan untuk saksi di berkas dulu. Pak Sahroni juga menyampaikan sudah ada kegiatan Komisi III sehingga kami akan jadwalkan di kesempatan selanjutnya,” tambahnya.
Dalam perkara ini, Syahrul Yasin Limpo telah didakwa melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi. Adapun pemerasan yang diduga diterima Syahrul Yasin Limpo sebesar Rp44.546.079.044 atau Rp44,54 miliar. Serta menerima gratifikasi sebesar Rp40.647.444.494 atau Rp40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Tindak pidana pemerasan ini dilakukan SYL bersama-sama dengan Sekretaris Jenderal Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Kementan Muhammad Hatta, yang dilakukan sepanjang 2020-2023.
Baca Juga: Iuran BPJS Ketenagakerjaan Mandek, Buntut Kasus Korupsi di PDAM Mamasa
Dalam penerimaan pemungutan uang ini, Syahrul Yasin Limpo didakwa melanggar Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf f jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Selain itu, Syahrul Yasin Limpo bersama-sama dengan Kasdi dan Muhammad Hatta didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp40.647.444.494 atau Rp40,64 miliar, sepanjang Januari 2020 sampai dengan Oktober 2023.
Editor: Redaktur TVRINews