
dok. Komdigi
Penulis: Nisa Alfiani
TVRINews, Jakarta
Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Republik Indonesia menerima laporan riset bertajuk “Analisis Praktik dan Persepsi terhadap Legitimate Interest sebagai Dasar Hukum Pemrosesan Data Pribadi di Indonesia” dari Grab Indonesia dan Veda Praxis.
Penyerahan dilakukan dalam ajang GRACS IPSS 2025 (Governance, Risk, Assurance, and Cybersecurity Summit & Indonesia Privacy and Security Summit) yang digelar oleh ISACA Indonesia Chapter dan didukung oleh Grab-OVO di Jakarta.
Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyambut baik riset ini sebagai bagian dari kolaborasi lintas sektor untuk memperkuat penerapan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP).
Ia mengungkapkan, studi tersebut dinilai memberikan masukan penting bagi pemerintah dalam penyusunan pedoman teknis dan regulasi turunan terkait dasar hukum pemrosesan data pribadi, khususnya mengenai Legitimate Interest (LI).
“Pemerintah terus mendorong penguatan tata kelola data pribadi yang akuntabel dan transparan. Legitimate Interest merupakan salah satu dasar hukum yang penting, namun implementasinya masih membutuhkan panduan yang lebih terstruktur. Hasil riset ini memberikan gambaran nyata mengenai tantangan di lapangan dan menjadi bahan berharga bagi kami dalam memperkuat kebijakan pelindungan data nasional,” ujar Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika (Wamenkomdigi) Nezar Patria.
Berdasarkan hasil survei terhadap 51 organisasi lintas sektor, ditemukan bahwa 61 persen responden mengakui pentingnya Legitimate Interest (LI), namun hanya 33 persen yang telah mendokumentasikan penerapannya secara resmi. Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya pemahaman dan belum adanya panduan praktis dalam pelaksanaan LI.
Riset tersebut juga mengungkap tiga temuan utama:
- Pemahaman dan Dokumentasi Belum Konsisten – Banyak organisasi menerapkan LI tanpa standar yang seragam, menimbulkan risiko pelanggaran tata kelola.
- Fleksibel tapi Berisiko – Tanpa panduan dan pengamanan yang jelas, LI dapat disalahgunakan.
- Perlu Panduan Praktis LIA – Disarankan pembentukan Legitimate Interest Assessment (LIA) agar penerapan LI lebih akuntabel dan proporsional.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar Universitas Padjadjaran, Prof. Sinta Dewi, yang juga menjadi narasumber dalam Focus Group Discussion (FGD) riset ini, menilai kajian tersebut sangat penting bagi penguatan tata kelola data di Indonesia.
“Legitimate Interest bersifat kontekstual dan berisiko tinggi bila tidak terdokumentasi dengan baik. Karena itu, kami mendorong penerapan Three-Part Test, yang mencakup purpose test, necessity test, dan balancing test, sebagai mekanisme penyeimbang antara kepentingan organisasi dan hak subjek data. Hasil dari setiap pengujian tersebut harus dicatat dalam Record of Processing Activities (RoPA) agar prosesnya transparan dan dapat diaudit,” jelas Prof. Sinta Dewi.
Sementara itu, CEO & Partner Veda Praxis, Syahraki Syahrir, menekankan pentingnya penerapan Legitimate Interest Assessment (LIA) sebagai bukti komitmen organisasi terhadap pelindungan data pribadi.
“Lebih dari 90 persen organisasi memahami pentingnya Legitimate Interest, namun hanya sepertiga yang telah menjalankan Legitimate Interest Assessment (LIA). Padahal, LIA bukan hanya kewajiban administratif, tetapi juga bukti moral dan teknis bahwa pelindungan data benar-benar dijalankan secara bertanggung jawab,” ujar Syahraki Syahrir.
Melalui hasil riset ini, Komdigi menegaskan komitmennya untuk terus memperkuat tata kelola dan regulasi pelindungan data nasional. Hasil kajian ini diharapkan menjadi rujukan bagi regulator, industri, dan akademisi dalam menyusun panduan resmi Legitimate Interest Assessment (LIA) di Indonesia.
Laporan lengkap dapat diunduh melalui tautan berikut:
https://s.id/LaporanRiset_LegitimateInterest
Editor: Redaktur TVRINews
