
Kemenkes Ajak Daerah Perkuat Kawasan Tanpa Rokok
Penulis: Nirmala Hanifah
TVRINews, Jakarta
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendukung upaya pemerintah dalam mengendalikan konsumsi rokok di Indonesia.
Guna melancarkan hal tersebut, Kemenkes akan menerapkan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di seluruh daerah di Indonesia. Hal tersebut, diungkapkan oleh Ketua Tim Kerja Pengendalian Penyakit Akibat Tembakau Kemenkes, Benget Saragih.
Tak hanya itu, ia mengenaskan jika kebijakan tersebut tak boleh boleh berhenti di level pemerintah pusat.
“Kebijakan KTR ini tidak boleh berhenti di level pemerintah pusat. Daerah juga harus bergerak aktif karena implementasinya ada di tangan mereka,” ujar Benget Saragih.
Banget juga menerangkan, jika langkah tersebut tercatat pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024, yang secara khusus menyoroti pengendalian konsumsi rokok, termasuk rokok elektronik, yang kian meningkat di kalangan anak-anak dan remaja. Peraturan ini disosialisasikan dalam forum “Sarasehan Kesehatan: Lindungi Kini, Nanti”.
Dimana, sarasehan ini nantinya dapat menjadi ruang penting untuk memperkuat sinergi lintas sektor, serta mendorong percepatan kebijakan pengendalian tembakau di daerah.
Dalam kesempatan yang sama, Imelda, Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri, turut menekankan pentingnya peran aktif daerah dalam menyusun peraturan yang berpihak pada kebutuhan nyata masyarakat.
Ia mengingatkan bahwa otonomi daerah bukan hanya soal kewenangan, tetapi juga soal tanggung jawab.
“Kebijakan yang efektif tidak bisa hanya menjiplak dari pusat. Harus sesuai konteks lokal dan disusun secara partisipatif,” tegas Imelda.
Sementara itu, sorotan terhadap kualitas udara di kawasan tanpa rokok juga disampaikan oleh Ni Made Shellasih dari Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC).
Dalam paparannya, ia membeberkan hasil survei di sembilan titik KTR di Kota Yogyakarta, termasuk kantor pemerintahan, sekolah, puskesmas, hingga restoran.
Temuan lapangan menunjukkan masih banyak pelanggaran, mulai dari aktivitas merokok hingga keberadaan asbak dan penjualan rokok. Di beberapa lokasi, terutama restoran di pusat kota, tingkat polusi udara bahkan mencapai kategori berbahaya.
“Meski sudah ada area khusus merokok, asapnya tetap menyebar ke ruangan lain. Artinya, risiko paparan tetap ada,” jelas Shellasih.
Editor: Redaktur TVRINews